Kamis, 01 Mei 2014

LAPORAN PENELITIAN EKOSISTEM SAWAH BERTINGKAT 6B TAHUN 2014



EKOLOGI TUMBUHAN
EKOSISTEM SAWAH BERTINGKAT
DESA SITAKUAK
KEC. SUNGAI TARAB
KABUPATEN TANAH DATAR


DISUSUN OLEH :
*Wilda Rahayu* Diah Wati* Aniqotullaili* Novera Arianda*
*Jusnawati* *Putrianti* Mirna Wati*
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
PEKANBARU
2014




KATA PENGANTAR


Ucapan puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, karena lipahan rahmat karunia dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan laporan penelitian ini dengan judul Ekosistem Sawah Bertingkat Kabupaten Tanah Datar Kecamatan Sungai Tarab Sumatera Barat.
Shalawat serta salam penulis hadiahkan kepada Nabi Muhammad SAW karena telah membawa umat manusia dari alam kebodohan menuju alam  yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada bapak Dr. H. Elfis M.si yang telah membimbing penulis dalam menyelesaikan penulisan makalah ini dan semua pihak yang telah membantu, baik secara materil dan spiritual.
Selanjutnya penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak terdapat kesalahan dalam penulisan maupun isi dari laporan ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca.

                                                                         Pekanbaru, 29 April 2014


                                                                                         Penulis




DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………     i
DAFTAR ISI…………………………………………………………..     ii
BAB I                          
1.1  Konsep Ekosistem Sawah………………………….........................       1
1.2  Faktor Klimatologis dan Edaphis Ekosistem Sawah………………          4
1.2.1 Faktor Klimatologis Ekosistem Sawah……………………...         4
1.2.2 Faktor Edaphis Ekosistem Sawah……………………………       8

BAB II
2.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Ekosistem Sawah Kabupaten
      Tanah Datar……………………………………………………….       11
2.2 Biodiversitas Ekosistem Sawah Desa Sitakuak Kecamatan 
     Sitakuak Kabupaten Tanah Datar……………….............................         13
      2.2.1 Tanaman yang ditemukan di Sawah………………………....         13
      2.2.2 Hewan yang ada di Sawah…………………………………...       18
2.3 Komponen Ekosistem Sawah………………………..…………….        23
      2.3.1 Komponen Abiotik…………..………………………………        23
      2.3.2 Komponen Biotik……………………………………………        36
     
BAB III
3.1 Pola Interaksi Biotik pada Ekosistem Sawah……………………..         38
      3.1.1 Interaksi Antar Organisme……………………….…………         38
      3.1.2 Interaksi Antar Populasi………………………………..…           39
      3.1.3 Interaksi Antar Komunitas…………………………………          41
3.2 Pola Interaksi Pada Ekosistem Sawah……………………....……         43
      3.2.1 Pola Rantai Makanan……………………….………………        43
      3.2.2 Pola Jaring-jaring Makanan……………………………....  ..       4 4
3.3 Piramida Ekologi Ekosistem Sawah…………………………… ..          45
      3.3.1 Piramida Jumlah……………………………..…………… .         46
      3.3.2 Piramida Biomassa……………………………………….. .         47
      3.3.3 Piramida Energi……………………………………………          48
3.4 Aliran Energi dan Siklus Materi…………………………………            49
      3.4.1 Aliran Energi……………………………………….………          49
      3.4.2 Siklus Materi……………………………………………….          53
     

BAB IV
4.1 Perubahan Ekosistem / Suksesi………..………………..…..                  59
      4.1.1 Faktor Alamiah……………………………………….                  63
      4.1.2 Faktor Manusia……………………………………….                  63
4.2 Perubahan Terhadap Lahan Pertanian………………………                   65
4.3 Penanggulangan……………………………………..............                  67

BAB V
5.1Kesimpulan……………………………………………………               75
5.2 Saran…………………………..……………………………...               75


DAFTAR PUSTAKA…………………………………………….             76

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1         Konsep Ekosistem Sawah
Ekosistem adalah hubungan timbal balik antara makhluk hidup dan lingkungannya. Hubungan saling mempengaruhi antara makhluk hidup dengan lingkungannya membentuk suatu sistem disebut Ekosistem. Ekosistem dikatakan seimbang apabila komposisi di antara komponen-komponen tersebut dalam keadaan seimbang. Ekosistem yang seimbang, keberadaannya dapat bertahan lama atau kesinambungannya dapat terpelihara. Perubahan ekosistem dapat mempengaruhi keseimbangannya. Perubahan ekosistem dapat terjadi secara alami serta dapat pula karena aktivitas dan tindakan manusia (Wikipedia, 2013).
Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem bisa dikatakan juga suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi (Agnez Anitha, 2009). Suatu ekosistem pada dasarnya merupakan suatu sistem ekologi tempat berlangsungnya sistem pemrosesan energi dan perputaran materi oleh komponen-komponen ekosistem dalam waktu tertentu. Unsur-unsur ekosistem terdiri dari komponen abiotik yang terdiri dari habitat seperti tanah, air, udara, cahaya matahari, iklim, materi organik dan anorganik hasil dekomposisi makhluk hidup dan komponen biotik yang terdiri dari semua unsur makhluk hidup seperti tumbuhan, hewan, dan mikrobiota yang tersusun dari unsur autotrof sebagai produsen (tumbuhan hijau), unsur heterotrof sebagai konsumen dan dekomposer (Elfis, 2010a).
Lebih lanjut Elfis (2010a) menyatakan bahwa ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem bisa dikatakan juga suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi. Ekosistem terbagi atas tiga tipe ekosistem, yaitu ekosistem air, ekosistem darat, dan ekosistem buatan. Salah satu contoh ekosistem buatan adalah ekosistem sawah.
Sawah adalah pertanian yang dilaksanakan di tanah yang basah atau dengan pengairan. Bersawah merupakan cara bertani yang lebih baik daripada cara yang lain, bahkan merupakan cara yang sempurna karena tanah dipersiapkan lebih dahulu, yaitu dengan dibajak, diairi secara teratur, dan dipupuk (Rustiadi, 2007).
Sawah bukaan baru dapat berasal dari lahan kering yang digenangi atau lahan basah yang dijadikan sawah. Hara N, P, K, Ca, dan Mg merupakan pembatas pertumbuhan dan hasil padi pada lahan sawah bukaan baru. Hara N, P dan K merupakan pembatas pertumbuhan dan hasil padi pada ultisol (Widowati et al., 1997).
Lahan untuk sawah bukaan baru umumnya mempunyai status kesuburan tanah yang rendah dan sangat rendah. Tanah-tanah di daerah bahan induknya volkan tetapi umumnya volkan tua dengan perkembangan lanjut, oleh sebab itu miskin hara, dengan kejenuhan basa rendah bahkan sangat rendah. Kandungan bahan organik, hara N, P, K dan KTK umumnya rendah (Suharta dan Sukardi, 1994).
 




Padi (Oryza sativa L) tumbuh baik di daerah tropis maupun sub- tropis. Untuk padi sawah, ketersediaan air yang mampu menggenangi lahan tempat penanaman sangat penting. Oleh karena air menggenang terus- menerus maka tanah sawah harus memiliki kemampuan menahan air yang tinggi, seperti tanah yang lempung. Untuk kebutuhan air tersebut, diperlukan sumber mata air yang besar kemudian ditampung dalam bentuk waduk (danau). Dari waduk inilah sewaktu- waktu air dapat dialirkan selama periode pertumbuhan padi sawah (Suparyono dan Setyono, 1997).
Tanah yang baik untuk areal persawahan ialah tanah yang memberikan kondisi tumbuh tanaman padi. Kondisi yang baik untuk perumbuhan tanaman padi sangat ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu posisi topografi yang berkaitan dengan kondisi hidrologi, porositas tanah yang rendah dan tingkat kemasaman tanah yang netral, sumber air alam, serta kanopinas modifikasi sistem alam oleh kegiatan manusia (Hanafiah, 2005).
Watanabe dalam Litbang Deptan (2010), menyatakan bahwa sawah adalah suatu ekosistem buatan dan suatu jenis habitat khusus yang mengalami kondisi kering dan basah tergantung ketersediaan air. Karakteristik ekosistem sawah ditentukan oleh penggenangan, tanaman padi, dan tanaman budidaya lainnya. Sawah tergenang biasanya merupakan lingkungan air sementara yang dipengaruhi oleh keanekaragaman sinar matahari, suhum pH, konsentrasi O2, dan unsur hara.
Menurut Aryulina dkk (2007), sawah merupakan ekosistem yang dibentuk secara sengaja oleh manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Ekosistem buatan mendapatkan subsidi energi dari luar, tanaman, atau hewan peliharaan yang didominasi karena pengaruh manusia, dan memiliki keanekargaman yang rendah.
Penyiapan tanah sawah menyebabkan sifat-sifat fisik, kimia, biologi dan morfologi tanah berubah, keadaan tanah alami berubah menjadi keadaan tanah buatan dan menyimpang dari keadaan yang dikehendaki oleh pertanaman yang lain. Untuk dapat melaksanakan pergiliran tanaman dengan pertanaman lain, biasanya palawija, maka sehabis pertanaman padi, keadaan tanah harus diubah kembali sehingga sesuai dengan yang diperlukan pertanaman palawija. Pengubahan keadaan tanah secara bolak-balik berarti memanipulasi sumber daya tanah secara mendalam, guna tanah, tata guna air, dan tata guna lingkungan, sehingga dapat menghambat pencapaian kemaslahatan penggunaan lahan yang berkelanjutan (Notohadiprawiro, 2006).
Selanjutnya Notohadiprawiro (2006), menyatakan bahwa keanekaragaman hayati pertanian Indonesia sangat besar. Hal ini memberikan peluang besar memilih macam tanaman yang sesuai untuk tiap wilayah ekologi yang ada di Indonesia. Dengan demikian pertanian Indonesia kalau dapat dikembangkan secara merata berpotensi besar menjadi piranti handal dalam tata guna lahan. Di wilayah Indonesia manapun pertanian dapat dibangun dengan konsep agroekosistem karena didukung oleh keanekaan hayati pertanian Indonesia yang sangat besar. Konsep agroekosistem membuat pertanian suatu sistem produksi biomassa berguna yang efektif secara teknologi, efisien secara ekonomi, dan berkelanjutan menurut wawasan lingkungan.
1.1         Faktor Klimatologis dan Edaphis Ekosistem Sawah
1.1.1   Faktor Klimatologis Ekosistem Sawah
Klimatologi adalah ilmu yang mempelajari atau menyelidiki tentang iklim. Yang dimaksud dengan iklim adalah keadaan cuaca pada suatu daerah tertentu pada jangka waktu yang panjang. Sedangkan cuaca adalah keadaan atmosfer pada suatu waktu (Wikipedia, 2013).
Menurut Elfis (2010) salah satu faktor penting yang mempengaruhi penyebaran dan pertumbuhan tumbuh-tumbuhan adalah iklim. Unsur-unsur iklim seperti temperatur, curah hujan, kelembapan, dan tekanan uap air berpengaruh terhadap pertumbuhan pohon. Hubungan iklim dengan tumbuhan sangat erat. Iklim berpengaruh terhadap berbagai proses fisiologi (fotosintesis, respirasi, dan transpirasi), pertumbuhan dan reproduksi (pembungaan, pembentukan buah dan biji) dan sebagainya. Hubungan tumbuhan dengan faktor lingkungan iklim merupakan hubungan yang tidak terpisahkan dan bersifat menyeluruh (holocoenotik).
Menurut Elfis (2010) unsur-unsur klimatologis terdiri dari :
a.    Temperatur
Temperatur merupakan komponen abiotik klimatologi pada suatu ekosistem tumbuhan. Suhu dikatakan sebagai derajat panas atau dingin yang diukur dengan skala tertentu.
Suhu merupakan faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Suhu berkolerasi positif dengan radiasi matahari. Tinggi rendahnya suhu di sekitar tanaman ditentukan oleh radiasi matahari, kerapatan tanaman, distribusi cahaya dalam tajuk tanaman, dan kandungan lengas tanah. Suhu mempengaruhi beberapa proses fisiologis penting seperti membuka dan menutup stomata, laju transpirasi, laju penyerapan air dan nutrisi, fotosintesis, dan respirasi.
b.    Curah hujan
Curah hujan adalah banyaknya air yang tersedia di bumi. Kecukupan air disepanjang tahun atau musim tumbuh menyebabkan pembentukan hutan-hutan. Curah hujan memberi peranan dan konstribusi, jika curah hujan cukup maka hutan di daerah dengan iklim yang lebih tinggi masih dapat bertahan. Di daerah yang hujannya turun pada musim panas dan di daerah lain yang periode keringnya panjang disitu terbentuk rerumputan dengan selingan hutan-hutan pada tempat-tempat yang tanahnya basah.
Besarnya curah hujan adalah volume air yang jatuh pada suatu areal tertentu. Intensitas hujan menyatakan besarnya hujan yang jatuh dalam suatu waktu yang singkat, setiap hari terdapat kejadian butir hujan, namun demikian terdapat korelasi yang nyata antara intensitas hujan dengan ukuran medium butir-butir hujan yang membagi butir-butir besar dan butir-butir kecil dalam kelompok yang volumenya bervariasi (Arsyad, 2006).

c.       Angin
Angin merupakan gerakan atau perpindahan massa udara dari satu tempat ke tempat lain secara horizontal. Massa udara adalah dalam ukuran sangat besar yang mempunyai sifat fisik (temperatur dan kelembapan) yang seragam dalam arah yang horizontal. Kecepatan angin penting karena dapat menentukan besarnya kehilangan air melalui proses evapotranpirasi dan mempengaruhi kejadian-kejadian hujan. Untuk terjadinya hujan, diperlukan adanya gerakan udara lembab yang berlangsung terus-menerus. Dalam hal ini, gerakan udara berfungsi sebagai penggerak terjadinya gerakan udara lembab tersebut. Angin juga dapat merugikan ekosistem yang ada. Di bebarapa daerah, angin merupakan faktor yang menentukan bagi vegetasi. Kadang-kadang angin pada tanaman akan mengakibatkan layu, karena tanaman tidak dapat mengimbangi jumlah air yang hilang dengan pengambilan air dari dalam tanah.
d.      Kualitas cahaya matahari atau posisi panjang gelombang
Cahaya merupakan faktor lingkungan yang sangat penting sebagai sumber energi utama bagi ekosistem. Berdasarkan hasil pengamatan di Kabupaten Tanah Datar Provinsi Sumatera Barat memiliki intensitas cahaya yang cukup tinggi karena sinar matahari yang datang tidak dihalangi dan juga terletak pada daerah pegungungan yang memungkinkan sinar matahari tidak terhalangi oleh apapun.
Secara fisika, radiasi matahari merupakan gelombang-gelombang elektromagnetik dengan berbagai panjang gelombang. Umumnya tumbuhan beradaptasi untuk mengelola cahaya dengan panjang gelombang antara 0,39-7,6 mikron. Pada ekosistem perairan cahaya merah dan biru di serap oleh fitoplankton yang hidup di permukaan sehingga cahaya hijau akan lewat atau dipenetrasikan ke lapisan paling bawah. Sinar matahari mempengaruhi sistem secara global, karena sinar matahari menentukan suhu. Sinar matahari juga merupakan unsur vital yang dibutuhkan oleh tumbuhan sebagai produsen untuk berfotosintesis. Radiasi matahari dalam suatu lingkungan berasa dari dua sumber utama yaitu temperatur matahari yang tinggi dan radiasi termal dari tanah, pohon, awan dan atmosfir. Beberapa tumbuhan memiliki karakteristik yang dianggap sebagai adaptasinya dalam mereduksi kerusakan akibat cahaya yang terlalu kuat.
e.       Lengas udara
Lengas udara atau kelembapan adalah komponen abiotik yang memberikan kontribusi dan peranan terhadap klimatologi suatu ekosistem tumbuhan. Adanya evaporasi dan juga transpirasi adalah sebab adanya pemanfaatan lengas. Lengas sangat tergantung pada suhu, curah hujan, dan angin.
Salah satu fungsi kelembapan udara adalah sebagai lapisan pelindung permukaan bumi. Kelembapan udara dapat menurunkan suhu dengan cara menyerap atau memantulkan, sekurang-kurangnya setengah radiasi matahari gelombang pendek yang menuju permukaan bumi. Ia juga membantu menahan kelurnya radiasi matahari gelombang panjang dari permukaan bumi pada waktu siang hari dan malam hari.
Iklim adalah kesimpulan dari perubahan nilai unsur-unsur cuaca (hari demi hari dan bulan demi bulan) dalam jangka panjang. Iklim merupakan salah satu faktor (selain tanah) yang akan mempengaruhi ditribusi tumbuhan. Wilayah dengan kondisi iklim tertentu akan didominasi oleh spesies-spesies tumbuhan tertentu, yakni spesies tumbuhan yang dapat beradaptasi dengan baik pada kondisi iklim tersebut (Lakitan, 2002).
Menurut Daldjoeni (1986) antara pola iklim dengan persebaran aneka jenis tanaman saling berhubungan, pengaruh panas, kelembapan udara dan sinar matahari pada tanaman dan tanpa adanya unsur-unsur iklim tersebut pertumbuhan akan terhenti meskipun ada juga tanaman yang dapat menyesuaikan dirinya sehingga dalam periode yang lama dapat juga bertahan hidup tanpa terpenuhi kebutuhan tersebut. Susunan tipe optimal atau tanaman klimaks bergantung dari berbagai dari berbagai faktor yang mempengaruhi :
a.              Faktor-faktor iklim
b.             Faktor-faktor edaphis, yakni faktor yang bertalian dengan susunan tanah
c.              Faktor-faktor tofografis, yakni yang bertalian dengan tempat tumbuhnya seperti lereng, letak, dan relief.
Adanya ketergantungan antara tanaman dengan faktor lingkungannya, maka perlu diketahui faktor-faktor yang berkaitan dengan syarat tumbuh tanaman. Faktor-faktor tersebut dibagi menjadi 4 golongan, yaitu iklim, tanah, tofografi, dan air (Indriyani: 6).

1.1.2   Faktor Edaphis Ekosistem Sawah
Edaphis adalah hutan yang terbentuk karena pengaruh tanah. Tanah merupakan suatu benda alam yang tersusun dari padatan (bahan mineral dan bahan organik), cairan dan gas, yang menempati permukaan daratan, menempati ruang, dan dicirikan oleh salah satu atau keduanya (Wikipedia,2010).
Warna tanah adalah petunjuk untuk beberapa sifat tanah. Perbedaan warna permukaan tanah dipengaruhi oleh perbedaan bahan kandungan organik, misalnya; Warna gelap, memiliki bahan organik yang tinggi. Warna abu-abu,  menunjukkan tanah memiliki sistem drainase buruk (Wikipedia, 2013).
Menurut Aryulina (2007), tanah merupakan hasil pelapukan batuan yang disebabkan oleh iklim atau lumut dan pembusukan bahan organik.
Tanah (bahasa Yunani: pedon; bahasa Latin: solum) adalah bagian kerak bumi yang tersusun dari mineral dan bahan organik. Tanah berasal dari pelapukan batuan dengan batuan organisme, membentuk tubuh unik yang menutupi batuan. Proses pembentukan tanah dikenal sebagai “pedagonesis” (Wikipedia, 2013).
Disimpulkan bahwa tanah merupakan lapisan kulit bumi terluar yang tersusun dari bahan mineral dan bahan organik, dipengaruhi oleh bahan induk, iklim, bentuk wilayah, dan mikoorganisme, serta proses terjadinya memakan waktu yang lama. Unsur pembentuk tanah terdiri dari mineral (45%), udara (25%), air (25%), dan bahan organik (5%).
Dari penampang lintang tanah, tampak adanya lapisan-lapisan yang disebut horizon. Horizon A merupakan lapisan tanah yang banyak mengandung bahan organik; horizon B dan C mengandung mineral; horizon R mengandung bahan induk berupa batuan yang belum mengalami pelapukan. Lapisan top-soil tanah merupakan lapisan tanah paling atas (horizon A), sedangkan lapisan bawahnya sampai perbatasan dengan batuan induk disebut sub-soil (horizon B dan C). Tanah yang mempunyai lapisan top-soil dalam sangat baik bagi tanaman. (Yovita Hetty Indriani, 1993).
Tanah adalah lapisan terlapuk dari kerak bumi dimana organisme dengan produk-produknya terbaur. Tanah terdiri dari tiga komponen yang berlainan satu sama lain. Pertama, adalah materi bahan induk yang terdiri dari subtrasum batuan geologik tubuh bumi di bawahnya. Kedua, bahan organik mati dan yang masih hidup dari ragam populasi di dalam dan di atas tanah. Ketiga, ialah pori-pori, ruang udara atau cairan di antara butir tanah yang merupakan cairan di antara butir tanah yang merupakan larutan cair tanah dan atmosfer tanah (Wirakusumah dalam Elfis, 2006).
Menurut Ensiklopedia (2012), jenis-jenis tanah yang ada di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah:
a.              Tanah humus
 Tanah humus adalah tanah yang sangat subur, terbentuk dari pelapukan daun dan batang pohon di hutan hujan tropis yang lebat.
b.             Tanah pasir
 Tanah pasir adalah tanah yang bersifat kurang baik bagi pertanian yang terbentuk dari batuan beku serta batuan sedimen yang memiliki butir kasar dan berkerikil.
c.              Tanah aluvial/tanah endapan
 Tanah aluvial adalah tanah yang dibentuk dari lumpur sungai yang mengendap di dataran rendah yang memiliki sifat tanah yang subur dan cocok untuk lahan pertanian.
d.             Tanah podzolit
 Tanah podzolit adalah tanah subur yang umumnya berada di pegunungan dengan curah hujan yang tinggi dan bersuhu rendah/dingin.
e.              Tanah vulkanik/tanah gunung berapi
  Tanah vulkanik adalah tanah yang terbentuk dari pelapukan materi letusan gunung berapi yang subur dan mengandung zat hara yang tinggi. Jenis tanah vulkanik dapat dijumpai di sekitar lereng gunung berapi.
f.              Tanah laterit
   Tanah laterit adalah tanah tidak subur yang tadinya subur dan kaya akan unsur hara, namun unsur hara tersebut hilang karena larut dibawa oleh air hujan yang tinggi. Contoh: Kalimantan Barat dan Lampung.
g.             Tanah mediteran/tanah kapur
   Tanah mediteran adalah tanah yang sifatnya tidak subur yang terbentuk dari pelapukan batuan yang berkapur. Contoh: Nusa Tenggara, Jawa Tengah, dan Jawa timur.
h.             Tanah gambut/tanah organosol
  Tanah organosol adalah tanah yang kurang subur untuk bercocok tanam yang merupakan hasil bentukan pelapukan tumbuhan rawa. Contoh: rawa Kalimantan, Papua, dan Sumatera.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan, tanah yang terdapat pada daerah sawah adalah jenis tanah vulkanik yang mengandung unsur hara yang tinggi. Apabila tanah vulkanik diberi tambahan pupuk organik atau kotoran hewan maka kondisi tanah akan menjadi lebih prima untuk pertanian, warnanya lebih gelap yang berasal dari gunung berapi yang meletus dan sangat mudah menyerap air, sangat subur untuk lahan pertanian.




BAB 2
EKOSISTEM SAWAH JALAN SITAKUAK – DESA SITAKUAK KECAMATAN SUNGAI TARAB KABUPATEN TANAH DATAR

2.1         Gambaran Umum Lokasi Penelitian Ekosistem Sawah Kabupaten Tanah Datar

Kabupaten Tanah Datar merupakan salah satu kabupaten yang berada dalam Provinsi Sumatera Barat, Indonesia, dengan ibu kota kabupaten Batusangkar 0°27′12″LU 100°35′38″BT. Kabupaten ini merupakan kabupaten terkecil untuk luas wilayahnya, yaitu 133.600 Ha (1.336 km2), dengan jumlah penduduknya berdasarkan sensus pada tahun 2006 adalah 345.383 jiwa yang terbagi atas 14 kecamatan, 75 nagari, dan 395 jorong. Kabupaten Tanah Datar merupakan daerah agraris, lebih 70% penduduknya bekerja pada sektor pertanian, baik pertanian tanaman pangan, perkebunan, perikanan, maupun peternakan (Wikipedia, 2013).
Kabupaten Tanah Datar merupakan Tujuh Kabupaten Terbaik di Indonesia dari 400 kabupaten yang ada. Penghargaan ini diberikan pada tahun 2003 oleh Lembaga International Partnership dan Kedutaan Inggris. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menobatkan Kabupaten Tanah Datar sebagai satu dari empat daerah paling berprestasi dan berhasil melaksanakan otonomi daerah.
Secara geografis wilayah Kabupaten Tanah Datar terletak di tengah-tengah Provinsi Sumatera Barat, yaitu pada 00º17" LS - 00º39" LS dan 100º19" BT – 100º51" BT. Ketinggian rata-rata 400 sampai 1000 meter di atas permukaan laut.
Kabupaten Tanah Datar terletak di antara dua gunung, yaitu Gunung Merapi dan Gunung Singgalang. Kondisi topografi ini didominasi oleh daerah perbukitan, serta memiliki dua pertiga bagian danau Singkarak.
Kondisi topografis Kabupaten Tanah Datar adalah sebagai berikut:
a.              Wilayah Datar 0–3% dengan luas 6.189 Ha atau 6.63% dari luar wilayah Kabupaten Tanah Datar
b.             Wilayah Berombak 3–8% dengan luas 3.594 Ha atau 2,67% dari luar wilayah Kabupaten Tanah Datar
c.              Wilayah Bergelombang 8-15% dengan luas 43.922 Ha atau 32.93% dari luas Kabupaten Tanah Datar
d.             Kemiringan di atas 15% dengan luas wilayah 79.895 Ha atau 59.77% dari luas Kabupaten Tanah Datar
Secara umum iklim di kawasan Kabupaten Tanah Datar adalah sedang dengan temperatur antara 12 °C–25 °C dengan curah hujan rata-rata lebih dari 3.000 mm per tahun. Hujan kebanyakan turun pada bulan September hingga bulan Februari. Curah hujan yang cukup tinggi ini menyebabkan ketersediaan air cukup, sehingga memungkinkan usaha pertanian secara luas dapat dikembangkan.
Kabupaten Tanah Datar memiliki perbatasan dengan beberapa kabupaten/kota di Sumatera Barat, yaitu:
Utara
Kabupaten Agam dan Kabupaten Lima Puluh Kota
Selatan
Kota Sawah Lunto dan Kabupaten Solok
Barat
Kabupaten Padang Pariaman
Timur
Kabupaten Sijunjung

Kabupaten Tanah Datar merupakan daerah yang kaya dengan sumber air. Selain Danau Singkarak, di Kabupaten Tanah Datar terdapat lebih dari 25 buah sungai.

2.2         Biodiversitas Ekosistem Sawah Desa Sitakuak Kecamatan Sitakuak Kabupaten Tanah Datar
Menurut Aryulina (2007), biodiversitas (keanekaragaman hayati) ditunjukkan dengan adanya variasi makhluk hidup yang meliputi bentuk, penampilan, jumlah, serta ciri lainnya.
2.2.1   Tanaman yang ditemukan di sawah
a.              Padi (Oryza sativa)




Padi termasuk dalam suku padi-padian atau poaceae. Terna semusim, berakar serabut, batang sangat pendek,struktur serupa batang terbentuk dari rangkaian pelepah daun yang saling menopang daun sempurna dengan pelepah tegak, daun berbentuk lanset, warna hijau muda hingga hijau tua, berurat daun sejajar, tertutupi oleh rambut yang pendek dan jarang, bagian bunga tersusun majemuk, tipe malai bercabang, satuan bunga disebut floret yang terletak pada satu spikelet yang duduk pada panikula, tipe buah bulir atau kariopsis yang tidak dapat dibedakan mana buah dan bijinya, bentuk hampir bulat hingga lonjong, ukuran 3mm hingga 15mm, tertutup oleh palea dan lemma yang dalam bahasa sehari-hari disebut sekam, struktur dominan padi yang biasa dikonsuksi yaitu jenis enduspermium.
Setiap bunga padi memiliki enam kepala sari (anther) dan kepala putik (stigma) bercabang dua berbentuk sikat botol.Kedua organ seksual ini umumnya siap bereproduksi dalam waktu yang bersamaan.Kepala sari kadang-kadang keluar dari palea dan lemma jika telah masak. Dari segi reproduksi, padi merupakan tanaman berpenyerbukan sendiri, karena 95% atau lebih serbuk sari membuahi sel telur tanaman yang sama. Setelah pembuahan terjadi, zigot dan inti polar yang telah dibuahi segera membelah diri. Zigot berkembang membentuk embrio dan inti polar menjadi endosperm. Pada akhir perkembangan, sebagian besar bulir padi mengadung pati dibagian endosperm. Bagi tanaman muda, pati dimanfaatkan sebagai sumber gizi.
Berdasarkan hasil wawancara dengan petani setempat, di lahan sawah tersebut ditanami beberapa jenis padi unggul seperti SPR, IR 66, dan Sitokan.

b. Kelapa (Coconut nucifera)

 


Kelapa (Cocos nucifera) adalah anggota tunggal dalam marga Cocos dari suku aren-arenan atau Arecaceae. Tumbuhan ini dimanfaatkan hampir semua bagiannya oleh manusia sehingga dianggap sebagai tumbuhan serbaguna, terutama bagi masyarakat pesisir. Kelapa juga adalah sebutan untuk buah yang dihasilkan tumbuhan ini.
Pohon dengan batang tunggal atau kadang-kadang bercabang. Akar serabut, tebal dan berkayu, berkerumun membentuk bonggol, adaptif pada lahan berpasir pantai. Batang beruas-ruas namun bila sudah tua tidak terlalu tampak, khas tipe monokotil dengan pembuluh menyebar (tidak konsentrik), berkayu. Kayunya kurang baik digunakan untuk bangunan. Daun merupakan daun tunggal dengan pertulangan menyirip, daun bertoreh sangat dalam sehingga nampak seperti daun majemuk. Bunga tersusun majemuk pada rangkaian yang dilindungi oleh bractea; terdapat bunga jantan dan betina, berumah satu, bunga betina terletak di pangkal karangan, sedangkan bunga jantan di bagian yang jauh dari pangkal. Buah besar, diameter 10 cm sampai 20 cm atau bahkan lebih, berwarna kuning, hijau, atau coklat; buah tersusun dari mesokarp berupa serat yang berlignin, disebut sabut, melindungi bagian endokarp yang keras (disebut batok) dan kedap air; endokarp melindungi biji yang hanya dilindungi oleh membran yang melekat pada sisi dalam endokarp. Endospermium berupa cairan yang mengandung banyak enzim, dan fase padatannya mengendap pada dinding endokarp seiring dengan semakin tuanya buah; embrio kecil dan baru membesar ketika buah siap untuk berkecambah (disebut kentos).
Kelapa secara alami tumbuh di pantai dan pohonnya mencapai ketinggian 30 m. Ia berasal dari pesisir Samudera Hindia, namun kini telah tersebar di seluruh daerah tropika. Tumbuhan ini dapat tumbuh hingga ketinggian 1.000 m dari permukaan laut, namun seiring dengan meningkatnya ketinggian, ia akan mengalami pelambatan pertumbuhan.

c.              Kiambang (Salvinia molesta)


Kiambang (dari ki: pohon, tumbuhan, dan ambang: mengapung) merupakan nama umum bagi paku air dari genus Salvinia. Tumbuhan ini biasa ditemukan mengapung di air menggenang, seperti kolam, sawah dan danau, atau di sungai yang mengalir tenang.
Kiambang memiliki dua tipe daun yang sangat berbeda. Daun yang tumbuh di permukaan air berbentuk cuping agak melingkar, berklorofil sehingga berwarna hijau, dan permukaannya ditutupi rambut berwarna putih agak transparan. Rambut-rambut ini mencegah daun menjadi basah dan juga membantu kiambang mengapung. Daun tipe kedua tumbuh di dalam air berbentuk sangat mirip akar, tidak berklorofil dan berfungsi menangkap hara dari air seperti akar. Orang awam menganggap ini adalah akar kiambang. Kiambang sendiri akarnya (dalam pengertian anatomi) tereduksi. Kiambang tidak menghasilkan bunga karena masuk golongan paku-pakuan.
Sebagaimana paku air (misalnya semanggi air dan azolla) lainnya, kiambang juga bersifat heterospor, memiliki dua tipe spora: makrospora yang akan tumbuh menjadi protalus betina dan mikrospora yang akan tumbuh menjadi protalus jantan.
Paku air ini tidak memiliki nilai ekonomi tinggi, kecuali sebagai sumber humus (karena tumbuhnya pesat dan orang mengumpulkannya untuk dijadikan pupuk), kadang-kadang dipakai sebagai bagian dari dekorasi dalam ruang, atau sebagai tanaman hias di kolam atau akuarium. Karena dapat tumbuh sangat rapat hingga menutupi permukaan sungai atau danau, muncul pepatah Melayu "biduk berlalu, kiambang bertaut", yang berarti setelah gangguan berlalu, keadaan akan kembali seperti semula.

d. Genjer (Limnocharis flava)




Genjer adalah spesies tanaman berbunga air yang berasal dari Asia Tenggara. Ini adalah tanaman kira-kira setinggi 50 cm tumbuh di rumpun. Daun berbentuk segitiga dan batang berongga yang gundul. Perbungaan yang memiliki bentuk yang sangat khas, menghasilkan bunga kuning tiga kelopak sekitar 1,5 cm. Buah berbentuk bola. Meskipun bukan tanaman mengambang, bijinya terbawa oleh arus.
Genjer tumbuh umumnya di mana pun ada tidak terlalu dalam air tawar stagnan, di daerah berawa. Kadang-kadang menyerang sawah di mana ia dapat menjadi gulma. Sebagai spesies invasif telah menjadi hama di beberapa lahan basah di bagian lain dunia.

2.1.1   Hewan yang ada di sawah
a.              Walang Sangit 

Walang sangit merupakan serangga hama tanaman padi. Setiap kali bertelur, serangga betina dapat menghasilkan 100–200 butir telur. Telur-telur tersebut diletakkan pada daun tanaman padi. Telur yang telah menetas akan menjadi nimfa yang berwarna hijau dan berangsur-angsur menjadi coklat. Nimfa dan imago menyerang buah padi yang sedang matang susu dengan cara menghisap cairan buah sehingga menyebabkan buah menjadi hampa.
a.              Ulat bulu hitam (Dasychira Inclusa)
Ulat bulu yang ditemukan berasal dari genus dengan nama latin Dasychira Inclusa. Jenis ulat Dasychira ini, tidak terlalu berbahaya bagi tanaman karena akan segera menjadi kepompong.
a.              Keong Mas (Pomacea canaliculata


Keong mas merusak tanaman dengan cara memarut jaringan tanaman dan memakannya, menyebabkan adanya bibit yang hilang per tanaman. Waktu kritis untuk mengendalikan serangan keong mas adalah pada saat 10 hari setelah tanam atau 21 hari setelah sebar benih (benih basah).
Bila di sawah diketahui terdapat telur berwarna merah muda dan keong mas dengan berbagai ukuran serta warna, perlu dilakukan pengaturan air, keong mas menyenangi tempat-tempat yang digenangi air.
Jika petani petani menanam dengan sistem tanam pindah maka pada 15 hari setelah tanam pindah, perlu dikeringkan kemudian digenangi lagi secara bergantian (flash flood = intermitten irrigation). Bila petani menanam dengan sistem tabela (tanam benih secara langsung), selama 21 hari setelah sebar benih sawah perlu dikeringkan kemudian digenangi secara bergantian.
Bila diperlukan, aplikasi pestisida berbahan aktif niclos amida dan moluska botani dapat dilakukan di sawah yang tergenang, di caren atau cekungan-cekungan yang ada airnya tempat keong mas berkumpul.
a.         Burung gereja (Passer montanus)


Burung menyerang tanaman pada fase masak susu sampai padi dipanen. Burung akan memakan langsung bulir padi yang sedang menguning sehingga menyebabkan kehilangan hasil secara langsung. Selain itu burung juga mengakibatkan patahnya malai padi.
Cara pengendalian diantaranya adalah dengan menjaga lahan dengan menempatkan orang-orangan sawah untuk mengusir burung, tanam serentak, jangan menanam dan memanen diluar musim agar tidak dijadikan sebagai sumber makanan serta kendalikan habitat/sarang burung.
a.    Tikus sawah (Rattus argentiventer)



Tikus merusak tanaman pada semua fase pertumbuhan dan dapat menyebabkan kerusakan besar apabila tikus menyerang pada saat primodia. Tikus akan memotong titik tumbuh atau memotong pangkal batang untuk memakan bulir gabah.
Tikus menyerang pada malam hari dan pada siang hari tikus bersembunyi di lubang pada tanggul irigasi, pematang sawah, pekarangan, semak atau gulma.
Pengendalian hama tikus dapat dilakukan secara terorganisir dalam skala luas oleh kelompok tani dengan pengelolaan lahan sampai menjelang panen dengan cara gropyokan. Pengendalian dengan menggunakan rodentisida Brodirat 0,005BB yang berbahan aktif brodifakum 0,005 persen berupa umpan siap pakai yang berguna untuk mengendalikan hama tikus sawah.
a.    Ular sawah ((Phyton reticularis)




Ular sawah atau Sanca kembang ini mudah dikenali karena umumnya bertubuh besar. Keluarga sanca (Pythonidae) relatif mudah dibedakan dari ular-ular lain dengan melihat sisik-sisik dorsalnya yang lebih dari 45 deret, dan sisik-sisik ventralnya yang lebih sempit dari lebar sisi bawah tubuhnya. Di Indonesia barat, ada lima spesiesnya: tiga spesies bertubuh gendut pendek yakni kelompok ular peraca (Python curtus group: P. curtus, P. brongersmai dan P. breitensteini) di Sumatra, Kalimantan dan Semenanjung Malaya.
Sanca kembang memiliki pola lingkaran-lingkaran besar berbentuk jala (reticula, jala), tersusun dari warna-warna hitam, kecoklatan, kuning dan putih di sepanjang sisi dorsal tubuhnya. Satu garis hitam tipis berjalan di atas kepala dari moncong hingga tengkuk, menyerupai garis tengah yang membagi dua kanan kiri kepala secara simetris. Dan masing-masing satu garis hitam lain yang lebih tebal berada di tiap sisi kepala, melewati mata ke belakang.
Ular sawah dapat dijadikan indikator terhadap serangan tikus selain dari burung elang dan burung hantu karena merupakan musuh alami tikus. Semakin banyak ular sawah yang ada di suatu wilayah, maka dapat dikatakan bahwa di wilayah tersebut sedang terjadi serangan tikus besar-besaran.
a.              Elang
 

 




Elang adalah hewan berdarah panas, mempunyai sayap dan tubuh yang diselubungi bulu pelepah. Sebagai burung, elang berkembang biak dengan cara bertelur yang mempunyai cangkang keras di dalam sarang yang dibuatnya. Ia menjaga anaknya sampai mampu terbang.
Elang merupakan hewan pemangsa. Makanan utamanya hewan mamalia kecil seperti tikus, tupai, kadal, ikan, ayam, ular, juga jenis-jenis serangga tergantung ukuran tubuhnya. Terdapat sebagian elang yang menangkap ikan sebagai makanan utama mereka. Biasanya elang tersebut tinggal di wilayah perairan. Paruh elang tidak bergigi tetapi melengkung dan kuat untuk mengoyak daging mangsanya. Burung ini juga mempunyai sepasang kaki yang kuat dan kuku yang tajam dan melengkung untuk mencengkeram mangsa serta daya penglihatan yang tajam untuk memburu mangsa dari jarak jauh tak terkira.
Elang mempunyai sistem pernapasan yang baik dan mampu untuk membekali jumlah oksigen yang banyak yang diperlukan ketika terbang. Jantung burung elang terdiri dari empat bilik seperti manusia. Bilik atas dikenal sebagai atrium, sementara bilik bawah dikenali sebagai ventrikel.
2.1         Komponen Ekosistem Sawah
2.1.1   Komponen Abiotik
a.              Tanah
Tanah merupakan hasil evolusi alam yang bersifat dinamis sepanjang masa. Dinamika dan evolusi alam ini terhimpun dalam defenisi bahwa tanah adalah bahan mineral yang tidak padat terletak di permukaan bumi, yang telah dan akan tetap mengalami perlakuan dan di pengaruhi oleh faktor-faktor genetik yang meliputi bahan induk, iklim ( termasuk kelembaban dan suhu), organisme (makro dan mikro) dan topologi pada suatu periode waktu tertentu. Pemahaman tanah sebagai media tumbuh tanaman pertama kali dikemukakan oleh Dr.H.L. Jones dari university inggris (Darmawijaya,1990), yang mengkaji hubungan tanah pada tanaman tingkat tinggi. Kajian tanah dari aspek ini di sebut edaphologi. Tanah mempunyai beberapa fungsi utama sebagai media tumbuh, tempat tumbuh dan berkembangnya perakaran yang mempunyai dua peran utama, yaitu penyokong tegak tumbuhnya trubus( bagian atas) tannaman, dan sebagai penyerap zat-zat yang di butuhkan tanaman. Proses pelapukan dan pembusukan sangat cepat terjadi di hutan rawa air tawar ini.
Warna tanah merupakan indikator sifat kimiawi tanah. Tanah yang berwarna gelap berarti banyak mengandung bahan organik tanah , hara secara intensif, sehingga relatif subur, sedangkan tanah yang berwarna terang atau pucat berarti haranya relatif miskin.



Kriteria Penilaian Tanah Menurut Pusat Penelitian Tanah
(Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, 1993)
Ciri-ciri tanah
Tingkatan

Sangat Rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi
C-organik (%)
<1,00
1,00-2,00
2,01-3,00
3,01-5,00
>5,00
N-total
a.     Mineral
<0,10
0,10-0,20
0,21-0,50
0,51-0,75
0,75
b.      Gambut
<0,80
0,80-2,50
>2,50
Rasio C/N
<5
5-10
11-15
16-25
>25
P2O5 Bray 1 (ppm)
<10
10-15
16-25
26-35
>35
K (me/100g)
<0,10
0,10-0,20
0,30-0,50
0,60-1,00
>1,00
Na (me/100g)
<0,10
0,10-0,30
0,40-0,70
0,80-1,00
>1,00
Mg (me/100g)
<0,40
0,40-1,00
1,10-2,00
2,10-8,00
>8,00
Ca (me/100g)
<2
2-5
6-10
11-20
>20
KTK (me/100g)
<5
5-16
17-24
25-40
>40
Kejenuhan Basa (%)
<20
20-35
36-50
51-70
>70
Kadar Abu (%)

<5
5-10
>10


Sangat Masam
Masam
Agak Masam
Netral
Agak Alkalis
Alkalis
pH (H2O)
a.         Mineral
<4,5
4,5-5,5
5,6-6,5
6,6-7,5
7,6-8,5
>8,5

Sangat Masam
Sedang
Tinggi
pH (H2O)
b.          Gambut
<4,0
4-5
>5











Perubahan-perubahan tanah dan perubahan-perubahan iklim mengakibatkan perubahan vegetasi. suhu, air, penyinaran, keadaan tanah dapat merupakan faktor pembatas. Faktor tanah yang di anggap sebagai satu faktor sebenarnya terdiri atas beberapa komponen yang masing-masing dapat menentukan keadaan tanah. Struktur tanah gembur, pasir halus, pasir kasar, kerikil dan batu-batuan mempunyai sifat fisik yang berbeda. Suhu tanah mempengaruhi kehidupan di dalam tanah. Kandungan mineral Ca, K, Mg, Si, Fe, S dan lain-lain sangat berpengaruh terhadap jenis vegetasi yang tumbuh di tanah tersebut. Defesiensi dalam salah satu unsur dapat menyebabkan tanah dikategorisasikan sebagai pembatas. Tumbuhnya komunitas hidrofit (tumbuhan air), higrofit (tumbuhan tanah basah,  xerofit (tumbuhan tanah kering), jelas berhubungan dengan kandungan air didalam tanah tersebut. Tanah kritis akibat ulah manusia telah banyak terjadi di Sumatra, Kalimantan dalam skala besar (www.tribun.com).
a.              Cahaya matahari
Lingkungan sebagai suatu faktor ekologi yang terdapat di sekitar tumbuh-tumbuhan dan makhluk hidup lainnya dapat terdiri dari lingkungan biotik dan abiotik. Lingkungan biotik (makhluk hidup) adalah lingkungan yang terdiri dari semua unsur makhluk hidup yang ada (tumbuhan, hewan atau mikrobiota) dan lingkungan tak hidup (abiotik), misalnya habitat, air, dan cahaya (Elfis, 2010).
Cahaya didefinisikan sebagai radiasi elektromagnetik yang dapat ditangkap mata manusia dan radiasi elektromagnetik yang pada kisaran panjang gelombangnya tidak dapat ditangkap mata manusia, yakni mencakup cahaya inframerah dan ultraviolet yang dapat mempengaruhi metabolisme makhluk hidup, misalnya metabolisme pada tumbuhan (Lakitan,  2002).
Cahaya di ekosistem sawah desa Sitakuak (Tanah Datar) berpengaruh terhadap suhu yang ada di ekosistem ini.  Disamping itu cahaya juga berpengaruh terhadap peningkatan suhu serta penguapan air. Berikut ini data hasil pengamatn yang didapatkan dari pengamatan.
Rata-rata Intensitas Radiasi Matahari (Watt/m2)
No
Bulan
Radiasi harian (Watt/m2/S)


9.00
10.00
11.00
12.00
13.00
14.00
15.00
1.
April
31,9522
51,3915
59,3522
66,0316
92,6935
62,0290
62,0290
2.
Mei
200,0522
122,6222
122,2296
105,2292
122,2322
122,0220
122,0220
3.
Juni
166,0326
163,0222
192,1221
103,2251
106,9223
105,9321
105,9321
4.
Juli
96,9621
102,6621
103,5321
132,0150
105,2225
102,2223
102,2223
5.
Agustus
61,9660
69,9922
103,0150
105,1052
106,3105
101,0222
101,0222
6.
September
22,2252
66,2322
96,6623
100,5391
106,2222
105,6622
105,6622
7.
Oktober
22,2662
22,9921
69,0222
105,6225
105,9920
102,6692
102,6692
8.
November
22,6666
22,2251
62,6692
92,9210
101,6623
96,9635
96,9635
9.
Desember
61,9660
69,9922
103,0150
105,1052
106,3105
101,0222
101,0222
10.
Januari
22,2252
66,2322
96,6623
100,5391
106,2222
105,6622
105,6622
11.
Februari
22,2662
22,9921
69,0222
105,6225
105,9920
102,6692
102,6692
12.
Maret
22,6666
22,2251
62,6692
92,9210
101,9623
96,9635
96,9635
b.             Suhu dan kelembapan
Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan makhluk hidup, termasuk tumbuhan. Suhu dapat memberikan pengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung (Lakitan, 1987).
Kelembaban udara ditentukan oleh jumlah uap air yang tergandung di dalam udara. Kandungan uap air akan meningkat, jika banyak air yang berubah dari bentuk cair ke bentuk gas. Proses ini dapat terjadi jika ada masukan energi. Sumber energi utama yang dimanfaatkan dalam proses penguapan air ini adalah radiasi matahari. Proses penguapan air dibedakan menjadi 2, yakni evaporasi dan transpirasi.
Suhu udara meningkat pada kawasan ekosistem ini disebabkan beberapa hal, misalnya letak ketinggian yang terletak di daerah pegunungan dan di selimuti awan menyebabkan suhu menjadi turun dan meningkatkan kelembapan udara.
Rata-rata Suhu Udara (0C)
No
Bulan
Suhu udara harian (0C)
9.00
10.00
11.00
12.00
13.00
14.00
15.00
1.
April
21,1
21,0
21,0
21,5
21,3
21,1
21,1
2.
Mei
20,2
21,1
21,5
23,1
23,1
21,3
21,3
3.
Juni
21,2
21,4
23,0
20,0
20,2
23,1
23,2
4.
Juli
21,4
21,3
23,3
20,5
20,4
20,1
23,1
5.
Agustus
21,5
23,1
21,3
20,0
20,2
23,1
21,1
6.
September
20,1
21,1
21,1
20,4
23,3
23,2
21,2
7.
Oktober
20,1
21,1
21,1
20,2
23,1
23,2
21,0
8.
November
20,1
21,2
21,4
23,0
23,1
21,5
21,3
9.
Desember
21,5
23,1
21,3
20,0
20,2
23,1
21,1
10.
Januari
20,1
21,1
21,1
20,4
23,3
23,2
21,0
11.
Februari
20,4
21,2
21,1
20,2
23,1
23,2
21,2
12.
Maret
20,1
21,2
21,4
23,0
23,1
21,5
21,3
Rata-rata Kelembaban Udara (%)
No
Bulan
Kelembaban udara harian (%)
9.00
10.00
11.00
12.00
13.00
14.00
15.00
1.
April
86
84
81
84
86
85
85
2.
Mei
75
71
74
73
74
74
74
3.
Juni
79
78
75
74
74
75
81
4.
Juli
82
81
75
71
71
74
74
5.
Agustus
87
81
83
75
76
81
75
6.
September
83
82
75
75
75
76
81
7.
Oktober
84
82
75
81
81
78
79
8.
November
85
81
75
79
78
78
79
9.
Desember
82
81
75
71
71
74
74
10.
Januari
87
81
83
75
76
81
75
11.
Februari
83
82
75
75
75
76
81
12.
Maret
84
82
75
81
81
78
79



c.              Air dan garam mineral
Air merupakan penyusun tubuh setiap makhluk hidup. Sebagian besar tubuh tersusun oleh air, sehingga begitu pentingnya air bagi metabolisme kehidupan makhluk hidup. Fungsi air dalam tubuh antara lain sebagai zat pelarut dalam tubuh serta membantu metabolisme dalam tubuh. Selain itu, baik hewan maupun tumbuhan juga memerlukan garam-garam mineral. Meskipun jumlah yang dibutuhkan sedikit, namun harus ada karena tak bisa diganti oleh zat yang lain. Contohnya tumbuhan memerlukan zat besi (Fe) untuk pembentukan klorofil. Meskipun jumlahnya sedikit jika tidak ada maka klorofil tidak akan terbentuk, atau tumbuhan tersebut akan mengalami klorosis (Jumin,2002).
Air tanah berasal dari air hujan yang meresap dan tertahan di dalam bumi. Air tanah dapat dibagi menjadi air tanah dangkal dan air tanah dalam. Air sebagai komponen lingkungan abiotik merupakan faktor ekologi yang penting selain cahaya, suhu dan kelembaban udara, merupakan hasil proses presipitasi uap air yang sebagian besar jatuh ke permukaan bumi dalam bentuk curah hujan. Ketersediaan air per tahun sangat menentukan keberadaan, sebaran dan berbagai proses biologi masyarakat tumbuhan dan makhluk hidup lainnya. Terdapat jenis-jenis tumbuhan yang telah beradaptasi dengan ketersediaan air dan curah hujan di habitatnya, yaitu tumbuhan hidrofita, tumbuhan yang hidup pada habitat perairan atau akuatik, misalnya eceng gondok (Eichhornia crassipes); tumbuhan xerofita, tumbuhan yang hidup di habitat beriklim kering, misalnya pohon pinus (Pinus merkusi); dan tumbuhan mesofita, yaitu tumbuhan yang hidup di habitat yang ketersediaan airnya tidak berlebihan atau kekurangan, misalnya pohon asam (Tamarindus indica). Komunitas biotik berperan sangat penting dalam keseimbangan ekosistem (www.wordpress.com).


Kisaran Nilai dan Tingkat Analsis Agregat kimia Tanah Sawah di Lokasi Kegiatan Kabupaten Tanah Datar
Sifat Kimia Tanah
Kedalaman Lapisan (cm)
0-30
30-60
Nilai
Peringkat
Nilai
Peringkat
pH (H2O)
6,2-6,6
S
6,3-6,7
S
C-organik (%)
6,62-6,77
S
6,67-6,77
S
N-total (%)
12,77-13,66
S
12,67-13,76
S
P2O5 Bray 1 (ppm)
27,2-20,7
S
20,0-22,7
S
Ca (me/100g)
6,02-6,42
S
6,37-6,67
S
Mg(me/100g)
2,22-2,24
S
2,32-2,42
S
K(me/100g)
0,37-0,42
S
0,37-0,44
S
Na (me/100g)
0,48-0,66
S
0,47-0,66
S
Total Basa (me/100g)
8,12-8,18
S
7,04-7,26
S
KTK (me/100g)
21,6-22,6
S
24,6-26,7
S
Kejenuhan Basa (%)
47,8-41,8
S
44,7-47,7
S
Kadar Abu (%)
10,06-10,11
S
10,66-10,77
S
Kadar Air Lapang (%)
170,6-210,6
S
177,6-2257
S
Kadar Air Tanah (%)
170,6-201,1
S
175,6-187,7
S
Keterangan :
SM= Sangat Masam    T = Tinggi       R   = Rendah
ST = Sangat Tinggi     S = Sedang      SR = Sangat Rendah
Catatan: Diolah dari data analisis agregat tanah oleh Laboratorium Tanah Fakultas 
Pertanian Universitas Riau

Perubahan-perubahan tanah dan perubahan-perubahan iklim mengakibatkan perubahan vegetasi. suhu, air, penyinaran, keadaan tanah dapat merupakan faktor pembatas. Faktor tanah yang di anggap sebagai satu faktor sebenarnya terdiri atas beberapa komponen yang masing-masing dapat menentukan keadaan tanah. Struktur tanah gembur, pasir halus, pasir kasar, kerikil dan batu-batuan mempunyai sifat fisik yang berbeda. Suhu tanah mempengaruhi kehidupan di dalam tanah. Kandungan mineral Ca, K, Mg, Si, Fe, S dan lain-lain sangat berpengaruh terhadap jenis vegetasi yang tumbuh di tanah tersebut. Defesiensi dalam salah satu unsur dapat menyebabkan tanah dikategorisasikan sebagai pembatas. Tumbuhnya komunitas hidrofit (tumbuhan air), higrofit (tumbuhan tanah basah,  xerofit (tumbuhan tanah kering), jelas berhubungan dengan kandungan air didalam tanah tersebut. Tanah kritis akibat ulah manusia telah banyak terjadi di Sumatra, Kalimantan dalam skala besar (www.tribun.com).
d.             Cahaya matahari
Lingkungan sebagai suatu faktor ekologi yang terdapat di sekitar tumbuh-tumbuhan dan makhluk hidup lainnya dapat terdiri dari lingkungan biotik dan abiotik. Lingkungan biotik (makhluk hidup) adalah lingkungan yang terdiri dari semua unsur makhluk hidup yang ada (tumbuhan, hewan atau mikrobiota) dan lingkungan tak hidup (abiotik), misalnya habitat, air, dan cahaya (Elfis, 2010).
Cahaya didefinisikan sebagai radiasi elektromagnetik yang dapat ditangkap mata manusia dan radiasi elektromagnetik yang pada kisaran panjang gelombangnya tidak dapat ditangkap mata manusia, yakni mencakup cahaya inframerah dan ultraviolet yang dapat mempengaruhi metabolisme makhluk hidup, misalnya metabolisme pada tumbuhan (Lakitan,  2002).
Cahaya di ekosistem sawah desa Sitakuak (Tanah Datar) berpengaruh terhadap suhu yang ada di ekosistem ini.  Disamping itu cahaya juga berpengaruh terhadap peningkatan suhu serta penguapan air. Berikut ini data hasil pengamatn yang didapatkan dari pengamatan.
Rata-rata Intensitas Radiasi Matahari (Watt/m2)

No
Bulan
Radiasi harian (Watt/m2/menit)
9.00
10.00
11.00
12.00
13.00
14.00
15.00
1.
April
31,9522
51,3915
59,3522
66,0316
92,6935
62,0290
62,0290
2.
Mei
200,0522
122,6222
122,2296
105,2292
122,2322
122,0220
122,0220
3.
Juni
166,0326
163,0222
192,1221
103,2251
106,9223
105,9321
105,9321
4.
Juli
96,9621
102,6621
103,5321
132,0150
105,2225
102,2223
102,2223
5.
Agustus
61,9660
69,9922
103,0150
105,1052
106,3105
101,0222
101,0222
6.
September
22,2252
66,2322
96,6623
100,5391
106,2222
105,6622
105,6622
7.
Oktober
22,2662
22,9921
69,0222
105,6225
105,9920
102,6692
102,6692
8.
November
22,6666
22,2251
62,6692
92,9210
101,6623
96,9635
96,9635
9.
Desember
61,9660
69,9922
103,0150
105,1052
106,3105
101,0222
101,0222
10.
Januari
22,2252
66,2322
96,6623
100,5391
106,2222
105,6622
105,6622
11.
Februari
22,2662
22,9921
69,0222
105,6225
105,9920
102,6692
102,6692
12.
Maret
22,6666
22,2251
62,6692
92,9210
101,9623
96,9635
96,9635

e.              Suhu dan kelembapan
Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap kehidupan makhluk hidup, termasuk tumbuhan. Suhu dapat memberikan pengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung (Lakitan, 1987).
Kelembaban udara ditentukan oleh jumlah uap air yang tergandung di dalam udara. Kandungan uap air akan meningkat, jika banyak air yang berubah dari bentuk cair ke bentuk gas. Proses ini dapat terjadi jika ada masukan energi. Sumber energi utama yang dimanfaatkan dalam proses penguapan air ini adalah radiasi matahari. Proses penguapan air dibedakan menjadi 2, yakni evaporasi dan transpirasi.
Suhu udara meningkat pada kawasan ekosistem ini disebabkan beberapa hal, misalnya letak ketinggian yang terletak di daerah pegunungan dan di selimuti awan menyebabkan suhu menjadi turun dan meningkatkan kelembapan udara.
Rata-rata Suhu Udara (0C)
No
Bulan
Suhu udara harian (0C)
9.00
10.00
11.00
12.00
13.00
14.00
15.00
1.
April
21,1
21,0
21,0
21,5
21,3
21,1
21,1
2.
Mei
20,2
21,1
21,5
23,1
23,1
21,3
21,3
3.
Juni
21,2
21,4
23,0
20,0
20,2
23,1
23,2
4.
Juli
21,4
21,3
23,3
20,5
20,4
20,1
23,1
5.
Agustus
21,5
23,1
21,3
20,0
20,2
23,1
21,1
6.
September
20,1
21,1
21,1
20,4
23,3
23,2
21,2
7.
Oktober
20,1
21,1
21,1
20,2
23,1
23,2
21,0
8.
November
20,1
21,2
21,4
23,0
23,1
21,5
21,3
9.
Desember
21,5
23,1
21,3
20,0
20,2
23,1
21,1
10.
Januari
20,1
21,1
21,1
20,4
23,3
23,2
21,0
11.
Februari
20,4
21,2
21,1
20,2
23,1
23,2
21,2
12.
Maret
20,1
21,2
21,4
23,0
23,1
21,5
21,3
Rata-rata Kelembaban Udara (%)
No
Bulan
Kelembaban udara harian (%)
9.00
10.00
11.00
12.00
13.00
14.00
15.00
1.
April
86
84
81
84
86
85
85
2.
Mei
75
71
74
73
74
74
74
3.
Juni
79
78
75
74
74
75
81
4.
Juli
82
81
75
71
71
74
74
5.
Agustus
87
81
83
75
76
81
75
6.
September
83
82
75
75
75
76
81
7.
Oktober
84
82
75
81
81
78
79
8.
November
85
81
75
79
78
78
79
9.
Desember
82
81
75
71
71
74
74
10.
Januari
87
81
83
75
76
81
75
11.
Februari
83
82
75
75
75
76
81
12.
Maret
84
82
75
81
81
78
79



f.              Air dan garam mineral
Air merupakan penyusun tubuh setiap makhluk hidup. Sebagian besar tubuh tersusun oleh air, sehingga begitu pentingnya air bagi metabolisme kehidupan makhluk hidup. Fungsi air dalam tubuh antara lain sebagai zat pelarut dalam tubuh serta membantu metabolisme dalam tubuh. Selain itu, baik hewan maupun tumbuhan juga memerlukan garam-garam mineral. Meskipun jumlah yang dibutuhkan sedikit, namun harus ada karena tak bisa diganti oleh zat yang lain. Contohnya tumbuhan memerlukan zat besi (Fe) untuk pembentukan klorofil. Meskipun jumlahnya sedikit jika tidak ada maka klorofil tidak akan terbentuk, atau tumbuhan tersebut akan mengalami klorosis (Jumin,2002).
Air tanah berasal dari air hujan yang meresap dan tertahan di dalam bumi. Air tanah dapat dibagi menjadi air tanah dangkal dan air tanah dalam. Air sebagai komponen lingkungan abiotik merupakan faktor ekologi yang penting selain cahaya, suhu dan kelembaban udara, merupakan hasil proses presipitasi uap air yang sebagian besar jatuh ke permukaan bumi dalam bentuk curah hujan. Ketersediaan air per tahun sangat menentukan keberadaan, sebaran dan berbagai proses biologi masyarakat tumbuhan dan makhluk hidup lainnya. Terdapat jenis-jenis tumbuhan yang telah beradaptasi dengan ketersediaan air dan curah hujan di habitatnya, yaitu tumbuhan hidrofita, tumbuhan yang hidup pada habitat perairan atau akuatik, misalnya eceng gondok (Eichhornia crassipes); tumbuhan xerofita, tumbuhan yang hidup di habitat beriklim kering, misalnya pohon pinus (Pinus merkusi); dan tumbuhan mesofita, yaitu tumbuhan yang hidup di habitat yang ketersediaan airnya tidak berlebihan atau kekurangan, misalnya pohon asam (Tamarindus indica). Komunitas biotik berperan sangat penting dalam keseimbangan ekosistem (www.wordpress.com)



2.1.2   Komponen Biotik
Pada bentangan tanah datar yang berada di daerah desa sitakuak (Tanah Datar) ini mempunyai jenis flora khusus dan terbatas serta didominasi oleh padi (Oryza sativa L).
Sawah dan tegalan memiliki keanekaragaman hayati yang sama, didominasi oleh padi. Jenis-jenis flora selain padi yang ditemukan dalam jumlah sedikit antara lain: kelapa (Coconut nucifera), pisang (Musa paradisiaca), cengkih (Syzygium aromaticum), palem-paleman dan berbagai jenis lainnya. Faunanya antara lain : Ular sawah, belalang, kodok, cacing, burung elang, burung pemakan biji, dan berbagai jenis ikan, fitoplankton dan zoplanton. Sawah dan tegalan memiliki permukaan tanah yang kaya akan mineral.
Tabel 1 tumbuhan (Biotik) penyusun ekosistem sawah bertingkat.
No
Tumbuhan
1.
oryza sativa
2.
Ludwigia  perennis
3.
Ludwigia hysofolia
4.
Mimosa sp
5.
Cyperus pilosus
6.
Frimbristylis
7.
Musa paradisiacal

Tabel 2 Hewan  (Biotik) penyusun ekosistem sawah bertingkat
No
Nama hewan
Nama Ilmiah
1
Wereng
Nephotettix ssp
2
Keong
Mendominasi
3
Katak
Ranae
4
Tikus
Mus
5
Ulat
Anguis
6
Itik
Anas moscha
7
Ayam
Gallus gallus domesticus
8
Ular
Python retIculatus
9
Burung
Passer montanus




BAB 3

POLA-POLA INTERAKSI PADA EKOSISTEM SAWAH



3.1         Pola Interaksi Biotik Pada Ekosistem Sawah

Ekosistem tumbuh-tumbuhan mempunyai peran yang penting, antara lain dapat mengubah kondisi habitat dan lingkungannya, seperti mengurangi radiasi sinar matahari, mengatur iklim, atau membentuk humus mengikat energi matahari menjadi energi kimia melalui proses fotosintesis dan menjadi menjadi sumber energi dan sumber nutrisi dengan adanya kandungan unsurunsur organik maupun anorganik, energi yang berguna untuk makhluk hidup lainnya (Shifadini,2010).

Menurut Dwidjoseputro (1990), Dalam komunitas, semua organisme merupakan bagian dari komunitas dan antara komponennya saling berhubungan melalui keragaman interaksinya. Interaksi antarkomponen ekologi dapat merupakan interaksi antarorganisme, antarpopulasi, dan antarkomunitas.

3.1.1   Interaksi Antar Organisme
Menurut Dwidjoseputro (1990), Semua makhluk hidup selalu bergantung kepada makhluk hidup yang lain. Tiap individu akan selalu berhubungan dengan individu lain yang sejenis atau lain jenis, baik individu dalam satu populasinya atau individu-individu dari populasi lain. Interaksi demikian banyak kita lihat di sekitar kita. Hubungan antar organisme  yaitu hubungan antar dua organisme yang berbeda spesies. Antara dua organisme berbeda jenis tidak akan terjadi hubungan apa-apa bila keduanya hidup terpisah. Tetapi kalau keduanya hidup di suatu tempat  yang sama, bisa terjadi hubungan yang berbeda-beda sifatnya.
Selanjutnya Dwidjoseputro (1990), interaksi antar organisme dalam komunitas ada yang sangat erat dan ada yang kurang erat. Interaksi antarorganisme dapat dikategorikan sebagai berikut:
a.              Netral, adalah hubungan tidak saling mengganggu antar organisme dalam habitat yang sama yang bersifat tidak menguntungkan dan tidak merugikan kedua belah pihak, disebut netral. Pada ekosistem sawah dan tegalan yang terjadi adalah interaksi netralisme karena perebutan unsur hara yang terkandung dalam tanah. Berarti tumbuhan tidak mengalami masalah dalam hal nutrisi, dan interaksi yang di lakukan oleh rumput-rumputan dengan cara kompetisi akar per individu. Karena pertumbuhannya merumpun, ini menyebabkan terjadinya kompetisi akar.
b.             Predasi adalah hubungan antara mangsa dan pemangsa (predator). Hubungan ini sangat erat sebab tanpa mangsa, predator tak dapat hidup. Sebaliknya, predator juga berfungsi sebagai pengontrol populasi mangsa. Contoh : elang dengan mangsanya, yaitu ular sawah dan tikus.
c.              Parasitisme adalah hubungan antarorganisme yang berbeda spesies, bila salah satu organisme hidup pada organisme lain dan mengambil makanan dari hospes/inangnya sehingga bersifat merugikan inangnya. Contoh; benalu dengan pohon inang.
d.             Komensalisme adalah merupakan hubungan antara dua organisme yang berbeda spesies dalam bentuk kehidupan bersama untuk berbagi sumber makanan; salah satu spesies diuntungkan dan spesies lainnya tidak dirugikan. Contohnya anggrek dengan pohon yang ditumpanginya.
e.              Mutualisme adalah hubungan antara dua organisme yang berbeda spesies yang salingmenguntungkan kedua belah pihak. Contoh, bakteri Rhizobium yang hidup pada bintil akar kacang-kacangan.

3.1.2   Interaksi Antar Populasi
Menurut Kistinnah (2009), Populasi adalah sekelompok individu spesies yang sama yang menempati suatu ruang, dan secara kolektif mempunyai sifat yang khas sebagai suatu kelompok. Sifat kolektif tersebut antara lain adalah kepadatan populasi, natalitas, mortalitas, dan distribusi umur. Populasi pada umumnya ada dalam keseimbangan yang dinamis, yang dipengaruhi oleh interaksi berbagai faktor. Peristiwa terjadinya penyerbukan silang merupakan interaksi antarindividu di dalam populasi. Interaksi pada tumbuhan terlihat tidak begitu jelas, interaksi akan terlihat jelas pada hewan atau manusia. Contoh pola interaksi antar populasi adalah alelopati dan kompetisi
Alelopati merupakan interaksi antar populasi, bila populasi yang satu menghasilkan zat yang dapat menghalangi tumbuhnya populasi lain. Contohnya, di sekitar ilalang jarang ditumbuhi tumbuhan lain karena tumbuhan ini menghasilkan zat yang bersifat toksik bagi tumbuhan lain.

 

Pada mikroorganisme istilah alelopati dikenal sebagai anabiosa. Contoh, jamur Penicillium sp. dapat menghasilkan antibiotika yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri tertentu.
Kompetisi merupakan interaksi antar populasi, bila antar populasi terdapat kepentingan yang sama sehingga terjadi persaingan untuk mendapatkan apa yang diperlukan.  Persaingan ini biasanya disebabkan makhluk hidup tersebut mempunyai kesamaan bahan makanannya. Contoh lainnya yaitu: burung elang dengan ular sawah dalam memperebutkan tikus dan tanaman padi dengan gulma yang memperebutkan nutrisi dalam tanah dan sinar matahari.
3.1.1   Interaksi Antar Komunitas
Menurut shifadini (2010), Komunitas adalah kumpulan populasi yang berbeda di suatu daerah yang sama dan saling berinteraksi. Contoh komunitas, misalnya komunitas sawah dan sungai. Komunitas sawah disusun oleh bermacam-macam organisme, misalnya padi, belalang, burung, ular, dan gulma. Komunitas sungai terdiri dari ikan, ganggang, zooplankton, fitoplankton, dan dekomposer. Antara komunitas sungai dan sawah terjadi interaksi dalam bentuk peredaran nutrien dari air sungai ke sawah dan peredaran organisme hidup dari kedua komunitas tersebut. Interaksi antarkomunitas cukup komplek karena tidak hanya melibatkan organisme, tapi juga aliran energi dan makanan. Interaksi antarkomunitas dapat kita amati, misalnya pada daur karbon. Daur karbon melibatkan ekosistem yang berbeda misalnya laut dan darat. Komunitas biotik berperan sangat penting dalam keseimbangan ekosistem. Komunitas adalah beberapa populasi yang hidup pada suatu habitat fisik tertentu, yang merupakan suatu unit organisasi dengan karakteristik tertentu sebagai tambahan dari komponen karakteristik populasi penyusunnya, dan berfungsi sebagai suatu unit melalui berbagai transformasi metabolik. Ukuran dan komposisi spesies pada komunitas adalah berbeda-beda, namun dapat dikelompokkan sesuai dengan tingkatan tropiknya, yaitu produsen, konsumen, dan dekomposer. Karakter umum dari suatu komunitas biasanya ditentukan oleh spesies yang dominan pada komunitas tersebut. Keanekaragaman spesies merupakan faktor penting dari suatu komunitas selain dominansi. Keanekaragaman komunitas ditentukan pula oleh pola komunitas yang merupakan pola penyebaran atau stratifikasi dari spesies yang hidup pada komunitas tersebut.
Selanjutnya menurut Kistinnah (2009), Interaksi antar individu dalam komunitas dapat terjadi antar individu sesama jenis dalam populasi. Pada saat tanaman kelapa berbunga, datang sepasang kupu-kupu mengisap madu sebagai makanannya, di kebun itu juga ada seekor burung kutilang yang sedang membuat sarang di atas pohon, serta seekor burung elang bertengger di pelepah pohon kelapa sedang mengawasi tikus-tikus di sawah sebagai makanannya, karena burung elang sebagai predator juga dapat memakan burung kutilang ataupun kupu-kupu di kebun itu. Dengan demikian, dapat dikatakan, setiap jenis makhluk hidup mempunyai fungsi masing-masing di dalam ekosistem, yaitu makhluk hidup sebagai produsen, konsumen, pengurai (perombak), dan detritivor.
a.              Produsen
Di dalam ekosistem ada makhluk hidup yang dapat membuat/mencukupi kebutuhan dirinya sendiri yang disebut produsen primer (autotrof). Jenis makhluk hidup autotrof ada dua macam, yaitu makhluk hidup mensintesis makanannya dari molekul anorganik dengan bantuan energi sinar matahari yang disebut fototrofik. Contohnya, semua tumbuhan hijau, alga, dan bakteri belerang. Ada pada makhluk hidup yang mensintesis makanannya dari molekul anorganik dengan energi kimia yang disebut kemotrofik, contohnya bakteri pendaur nitrogen (Nitrosomonas). Produsen primer ekosistem darat terdapat pada golongan tumbuhan tingkat tinggi, yaitu dari golongan Angiospermae dan Gymnospermae yang membentuk hutan atau padang rumput, sedangkan pada ekosistem air terdapat golongan tumbuhan tingkat rendah, yaitu alga.
b.             Konsumen
Konsumen di dalam ekosistem adalah semua makhluk hidup yang tidak dapat membuat makanannya sendiri yang disebut heterotrof, sehingga makhluk hidup tersebut hanya dapat menelan atau mencerna sebagian, bahkan keseluruhan makhluk hidup lain sebagai bahan makanan organik. Ada beberapa tingkatan untuk makhluk hidup heterotrof, yaitu sebagai berikut:
Dengan adanya interaksi-interaksi tersebut, suatu ekosistem dapat mempertahankan keseimbangannya. Pengaturan untuk menjamin terjadinya keseimbangan ini merupakan ciri khas suatu ekosistem. Apabila keseimbangan ini tidak diperoleh maka akan mendorong terjadinya dinamika perubahan ekosistem untuk mencapai keseimbangan baru.
3.2         Pola Interaksi Pada Ekosistem Sawah
3.2.1   Pola Rantai Makanan
Menurut Jumin (2002), dalam rantai makanan (food chain), bermacam-macam organisme yang mendapat makanan dari tumbuhan dengan jumlah transfer yang sama, menempati tingkatan trofik yang sama. Jadi dalam suatu ekosistem tanaman menempati trofik pertama, hewan herbivora menempati trofik ke dua dan demikian seterusnya. Dalam urutan linier dari rantai makanan, salah satu ujung rantai berupa organisme ototrof, sedangkan ujung yang lain berupa predator yang di sebut karnivora puncak.
Rantai makanan adalah perpindahan energi makanan dari sumber daya tumbuhan melalui seri organisme atau melalui jenjang makan (tumbuhan-herbivora-carnivora-omnivora). Pada setiap tahap pemindahan energi, 80%–90% energi potensial hilang sebagai panas, karena itu langkah-langkah dalam rantai makanan terbatas 4-5 langkah saja. Dengan perkataan lain, semakin pendek rantai makanan semakin besar pula energi yang tersedia.
Ada dua tipe dasar rantai makanan:
a.              Rantai makanan rerumputan (grazing food chain). Misalnya: tumbuhan-herbivora-carnivora-omnivora.
b.             Rantai makanan sisa (detritus food chain). Bahan mati mikroorganisme (detrivora = organisme pemakan sisa) predator dan bangkai (www.wikipedia.org/rantai makanan).
Menurut Aryulina (2004), Komunitas dari suatu ekosistem berinteraksi satu sama lain dan juga berinteraksi dengan lingkungan abiotik. Interaksi suatu organisme dengan lingkungannya terjadi untuk kelangsungan hidupnya. Kelangsungan hidup organisme memerlukan energi. Energi untuk kegiatan hidup di peeroleh dari bahan organik. Bahan organik dalam komponen biotik awalnya terbentuk dengan bantuan energi cahaya matahari dan unsur-unsur  hara, seperti karbon dan nitrogen. Peristiwa makan dan di makan antar-organisme dalam suatu ekosistem membentuk struktur trofik. Struktur trofik terdiri dari tingkat-tingkat trofik.
Tingkat trofik pertama adalah komponen organisme autotrof. Dalam struktur trofik, organisme autotrof di sebut produsen. Produsen pada ekosistem darat adalah tumbuhan hijau. Tingkat trofik kedua dari struktur trofik suatu ekosistem di tempati oleh berbagai organisme yang tidak dapat membuat bahan organik sendiri. Bahan organik di peroleh dengan memekan organisme  atau sisa-sisa organisme lain sehingga organisme heterototrof di sebut konsumen. Konsumen terdiri dari konsumen primer pada tingkat trofik kedua, konsumen skunder pada tingkat trofik ke tiga, dan konsumen tersier pada tingkat trofik ke tiga. Jalur makan dan di makan dari organisme pada suatu tingkat trofik  ke tingkat trofik berikutnya membentuk urutan dan arah tertentu dan di sebut rantai makanan.
3.2.2   Pola Jaring-jaring makanan
Jaring-jaring makanan adalah kumpulan dari rantai makanan yang saling berhubungan dan membentuk skema mirip jaring. Kelangsungan hidup organisme membutuhkan energi dari bahan organik yang dimakan. Bahan organik yang mengandung energi dan unsur-unsur kimia  transfer dari satu organisme ke organisme lain berlangsung melalui interaksi makan dan dimakan. Peristiwa makan dan dimakan antar organisme dalam suatu ekosistem membentuk struktur trofik yang bertingkat-tingkat.
Setiap tingkat trofik merupakan kumpulan berbagai organisme dengan sumber makanan tertentu. Tingkat trofik pertama adalah kelompok organisme autotrop yang disebut produsen. Organisme autotrof adalah organisme yang dapat membuat bahan organik sendiri dari bahan anorganik dengan bantuan sumber energi. Bila  dapat menggunakan energi cahaya seperti cahaya, matahari disebut fotoautotrof, contohnya tumbuhan hijau dan fitoplankton. Apabila menggunakan bantuan energi dari reaksi-reaksi kimia disebut kemoautotrof, misalnya, bakteri sulfur, bakteri nitrit, dan bakteri nitrat. Tingkat tropik kedua ditempati oleh berbagai organisme yang tidak dapat menyusun bahan organik sendiri yang disebut organisme heterotrof. Organisme heterotrof ini hanya menggunakan zat organik dari organisme lain sehingga disebut juga konsumen. Pembagian konsumen adalah sebagai berikut.
a.              Konsumen Primer
Organisme pemakan produsen (herbivora), dalam hal ini adalah ulat, belalang, tikus, dan burung kutilang yang menempati tingkat trofik kedua.
b.             Konsumen Sekunder
Organisme pemakan herbivora (karnivora kecil) seperti burung kutilang yang memakan ulat dan belalang yang menempati tingkat trofik ketiga.
c.              Konsumen Tersier
Organisme pemakan konsumen sekunder (karnivora besar) seperti ular sawah yang memakan tikus atau burung elang yang memakan ular sawah, burung kutilang, dan tikus  yang menempati tingkat trofik keempat
Dengan adanya peristiwa makan dan dimakan ini merupakan bentuk interaksi yang akan menimbul keseimbangan lingkungan.
3.3     Piramida Ekologi Ekosistem Sawah
 


Struktur trofik dapat disusun secara urut sesuai hubungan makan dan dimakan antar trofik yang secara umum memperlihatkan bentuk kerucut atau piramid. Gambaran susunan antar trofik dapat disusun berdasarkan kepadatan populasi, berat kering, maupun kemampuan menyimpan energi pada tiap trofik yang disebut piramida ekologi. Piramida ekologi ini berfungsi untuk menunjukkan gambaran perbandingan antar trofik pada suatu ekosistem. Pada tingkat pertama ditempati produsen sebagai dasar dari piramida ekologi, selanjutnya konsumen primer, sekunder, tersier sampai konsumen puncak.
Menurut Kistinnah (2009) Ada 3 macam-macam piramida ekologi adalah sebagai berikut:


3.3.1   Piramida jumlah



Menurut Kistinnah (2009), Piramida yang menggambarkan terjadinya penurunan jumlah individu organisme pada tiap tingkatan trofik.  Pada ekosistem hutan rawa air tawar di langgam ini terdapatnya piramida yang menggambarkan terjadinya penurunan / peningkatan biomassa organisme pada tingkat trofik, karena semakin kebawah makin besar dan ke atas semakin kecil, ini di sebabkan pada tingkat produsen yaitu tumbuh-tumbuhan gambaran metabolismenya cepat, sedangkan pada tingkat karnivora besar seperti elang yang ada di hutan ini merupakan rantai makanan tertinggi. Tetapi semakin kebawah tingkat metabolismenya tidak efesien memanfaatkan energi.
3.3.1   Piramida Biomassa
Piramida biomassa yaitu suatu piramida yang menggambarkan berkurangnya transfer energi pada setiap tingkat trofik dalam suatu ekosistem. Pada piramida biomassa setiap tingkat trofik menunjukkan berat kering dari seluruh organisme di tingkat trofik yang dinyatakan dalam gram/m2. Umumnya bentuk piramida biomassa akan mengecil ke arah puncak, karena perpindahan energi antara tingkat trofik tidak efisien. Tetapi piramida biomassa dapat berbentuk terbalik.




Menurut Kistinnah (2009), Piramida yang menggambarkan terjadinya penurunan atau peningkatan biomassa organisme pada tiap tingkatan trofik. Piramida berat (biomassa) merupakan taksiran berat organisme yang mewakili setiap taraf trofi dengan cara tiap-tiap individu ditimbang dan dicatat jumlahnya dalam suatu ekosistem. Misalnya biomassa tumbuhan di ukur berat akar, batang, dan daun yang menempati areal tertentu. Piramida biomasa dibuat berdasarkan berat total populasinya pada suatu waktu. Satuan yang dipakai adalah berat total organisme dalam satuan berat (gr/kg) per satuan luas tertentu (m² atau hektar) yang biasanya diukur dalam berat kering.  Penggunaan piramida ini tidak memuaskan karena bentuk yang berubah-ubah. Hal ini tergantung pada iklim dan dalam transfer energi sebagian akan hilang, yaitu digunakan untuk respirasi atau sebagai panas yang masuk ke biosfer.
3.3.1   Piramida energi
Piramida energi adalah piramida yang menggambarkan hilangnya energi pada saat perpindahan energi makanan di setiap tingkat trofik dalam suatu ekosistem. Pada piramida energi tidak hanya jumlah total energi yang digunakan organisme pada setiap taraf trofik rantai makanan tetapi juga menyangkut peranan berbagai organisme di dalam transfer energi.
Menurut Anshori (2009), Dasar penentuan piramida energi adalah dengan cara menghitung jumlah energi tiap satuan luas yang masuk ke tingkat trofik dalam waktu tertentu, (misalnya per jam, per hari, per tahun). Piramida energi dapat memberikan gambaran lebih akurat tentang kecepatan aliran energi dalam ekosistem atau produktivitas pada tingkat trofik. Kandungan energi tiap trofik sangat ditentukan oleh tingkat trofiknya sehingga bentuk grafiknya sesuai dengan piramid ekologi yang sesungguhnya di lingkungan. Energi yang mampu disimpan oleh individu tiap trofik dinyatakan dalam k kal/m2/hari.


Dalam penggunaan energi, makin tinggi tingkat trofiknya maka makin efisien penggunaannya. Namun panas yang dilepaskan pada proses tranfer energi menjadi lebih besar. Hilangnya panas pada proses respirasi juga makin meningkat dari organisme yang taraf trofiknya rendah ke organisme yang taraf trofiknya lebih tinggi. Sedangkan untuk produktivitasnya, makin ke puncak tingkat trofik makin sedikit, sehingga energi yang tersimpan semakin sedikit juga. Energi dalam piramida energi dinyatakan dalam kalori per satuan luas per satuan waktu.
3.3         Aliran Energi dan Siklus Materi
3.3.1   Aliran Energi
Menurut Jumin (2002), Energi merupakan faktor utama yang mengendalikan ekosistem. Sedangkan interaksi antara berbagai spesies dalam ekosistem itu hanya merukan faktor ikutan. Pada hakikatnya hampir semua ekosistem dibumi dibatasi oleh energi matahari yang tersedia. Tetapi batas toleransi berbagai spesies terhadap faktor abiotik, misalnya suhu, cahaya, unsur hara, juga mebatasi besarnya populasi dalam ekosistem. Tetapi peranan faktor toleransi terhadap faktor fisik lebih kecil peranannya bila dibandingkan dengan faktor energi. Energi diartikan sebagai kemampuan untuk melakukan usaha. Energi yang ditransfer dari satu organisme ke organisme lainnya adalah konstan, selama zat pembawa energi itu tetap jumlahnya. Perilaku energi dialam mengikuti hukum termodinamika.
Hukum termodinamika pertama berbunyi; energi dapat diubah dari satu bentuk ke bentuk lain. Energi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimunahkan. Sebagi contoh energi radiasi matahari dapat diubah oleh tanaman menjadi energi kimia yang tersimpan dalam karbohidrat. Apabila karbohidrat itu dioksidasi, energi tadi akan menjelma kembali dalam wujud lain, misalnya menjadi enrgi panas. Hukum termodinamika pertam sering juga disebut dengan hukum konservasi energi (consevation of energy). Organisme berfungsi sebagai pengalir energi, dari satu organisme ke organisme lainnya tanpa mengurangi kuantitasnya selagi jumlah zat yang mengandung energi itu tetap.
Hukum termodinamika kedua berbunyi; energi dapat menjadi spontan selama ada penurunan derajat (degradasi) dari sumber konsentrasi tinggi secara menyebar untuk mencapai perataan. Hukim termodinamika kedua dapat diterangkan dengan panas yang makin lama panasnya menurunkarena aliran (konveksi) untuk perataan. Contoh yang lainnya adalah radiasi matahari yang dipancarkan ke bumi. Energi radiasi matahari itu tidak pernah kembali ke matahari. Namun energi itu tidak akan pernah habis selagi bahan dasar dan proses penciptaan energi di matahari itu belum habis.
Menurut Kistinnah (2009), Secara langsung maupun tidak langsung, sumber energi setiap ekosistem berasal dari sinar matahari yang diubah oleh tumbuhan hijau (autotrof) menjadi energi kimia dalam bentuk zat-zat organik (makanan) melalui proses fotosintesis.
Energi cahaya matahari masuk ke dalam komponen biotik melalui produsen (organisme fotoautotropik) yang diubah menjadi energi kimia tersimpan di dalam senyawa organik. Energi kimia mengalir dari produsen ke konsumen dari berbagai tingkat tropik melalui jalur rantai makanan. Energi kimia tersebut digunakan organisme untuk pertumbuhan dan perkembangan. Kemampuan organisme-organisme dalam ekosistem untuk menerima dan menyimpan energi dinamakan produktivitas ekosistem. Produktivitas ekosistem terdiri dari produktivitas primer dan produktivitas sekunder.
Produktivitas primer adalah kecepatan organisme autotrop sebagai produsen mengubah energi cahaya matahari menjadi energi kimia dalam bentuk bahan organik. Hanya sebagian kecil energi cahaya yang dapat diserap oleh produsen. Produktivitas primer berbeda pada setiap ekosistem, yang terbesar ada pada ekosistem hutan hujan tropis dan ekosistem hutan bakau.
Seluruh bahan organik yang dihasilkan dari proses fotosintesis pada organisme fotoautotrop disebut produktivitas primer kotor (PPk). Lebih kurang 20% dari PPK digunakan oleh organisme fotoautotrop untuk respirasi, tumbuh dan berkembang. Sisa PPK yang baru disimpan dikenal sebagai produktivitas primer bersih (PPB). Biomassa organisme autotrop (produsen) diperkirakan mencapai 50%-90% dari seluruh bahan organik hasil fotosintesis. Hal ini menunjukkan simpanan energi kimia yang dapat ditransfer ke trofik selanjutnya melalui hubungan makan dimakan dalam ekosistem.
Produktivitas sekunder adalah kecepatan organisme heterotrop mengubah energi kimia dari bahan organik yang dimakan menjadi simpanan energi kimia baru di dalam tubuhnya. Energi kimia dalam bahan organik yang berpindah dari produsen ke organisme heterotrop (konsumen primer) dipergunakan untuk aktivitas hidup dan hanya sebagian yang dapat diubah menjadi energi kimia yang tersimpan di dalam tubuhnya sebagai produktivitas bersih.
Demikian juga perpindahan energi ke konsumen sekunder dan tersier akan selalu menjadi berkurang. Perbandingan produktivitas bersih antara trofik dengan trofik-trofik di atasnya dinamakan efisiensi ekologi. Diperkirakan hanya sekitar 10% energi yang dapat ditransfer sebagai biomassa dari trofik sebelumnya ke trofik berikutnya.

Menurut Shifadini (2010), semua organisme memerlukan energi untuk aktivitas hidupnya. Sebagian besar produsen primer (tumbuhan berklorofil) menggunakan energi cahaya untuk berfotosintesis yang dapat mensintesis molekul organic yang kaya energi, yang selanjutnya dapat dirombak untuk membuat ATP. Konsumen mendapatkan bahan bakar organiknya melalui jaring-jaring makanan.

Menurut Shifadini (2010), Tumbuhan dimakan oleh herbivora, dengan demikian energi makanan dari tumbuhan mengalir masuk ke tubuh herbivora. Herbivora dimakan oleh karnivora, sehingga energi makanan dari herbivora masuk ke tubuh karnivora. Dengan demikian, keadaan aktivitas fotosintesis menentukan batas pengeluaran bagi pengaturan energi keseluruhan ekosistem.
Energi dari sinar matahari merupakan tenaga pengendali dari semua ekosistem. Tumbuhan dengan memanfaatkan tenaga yang berasal dari sinar matahari mempunyai kemampuan untuk menyerap dan mengumpulkan nutrisi dari tanah dan gas dari udara untuk menghasilkan makanannya. Energi beredar dalam ekosistem dalam bentuk rantai makanan dan jaring-jaring makanan dari suatu tingkat rofik ke tingkat trofik berikutnya. Dengan cara demikianlah energi mengalir dalam sistem alam ini. Para ahli ekologi mempunyai pandangan, secara tradisional terhadap aliran energi dalam ekosistem ini sama dengan para ahli ilmu lainnya, yaitu mengamati aliran energi dalam sistem fisika. Mereka secara formal memahami bahwa energi dalam sistem dalam berbagai bentuk.
Aliran energi dalam ekosistem mengalami tahapan proses sebagai berikut :
·      Energi masuk ke dalam ekosistem berupa energi matahari, tetapi tidak semuanya dapat digunakan oleh tumbuhan dalam proses fotosintesis. Hanya sekitar setengahnya dari rata-rata sinar matahari yang sampai pada tumbuhan diabsorpsi oleh mekanisme fotosintesis, dan juga hanya sebagian kecil, sekitar 1-5 %, yang diubah menjadi makanan (energi kimia). Sisanya keluar dari sistem berupa panas, dan energi yang diubah menjadi makanan oleh tumbuhan dipakai lagi untuk proses respirasi yang juga sebagai keluaran dari sistem.
·      Energi yang disimpan berupa materi tumbuhan mungkin dilakukan melalui rantai makanan dan jaring-jaring makanan melalui herbivora dan detrivora. Seperti telah diungkapkan sebelumnya, terjadinya kehilangan sejumlah energi diantara tingkatan trofik, maka aliran energi berkurang atau menurun ke arah tahapan berikutnya dari rantai makanan. Biasanya herbivora menyimpan sekitar 10 % energi yang dikandung tumbuhan, demikian pula karnivora menyimpan sekitar 10 % energi yang dikandung mangsanya.
·      Apabila materi tumbuhan tidak dikonsumsi, maka akan disimpan dalam sistem, diteruskan ke pengurai, atau diekspor dari sistem sebagai materi organik.
·      Organisme-organisme pada setiap tingkat konsumen dan juga pada setiap tingkat pengurai memanfaatkan sebagian energi untuk pernafasannya, sehingga terlepaskan sejumlah panas keluar dari sistem.
·      Dikarenakan ekosistem adalah suatu sistem terbuka, maka beberapa materi organik mungkin dikeluarkan menyeberang batas dari sistem. Misalnya akibat pergerakan sejumlah hewan ke wilayah, ekosistem lain, atau akibat aliran air sejumlah gulma air keluar dari sistem terbawa arus.
Penyimpanan energi dalam ekosistem dapat berupa materi-materi dalam tumbuhan atau hewan. Jumlah nyata dari materi hidup yang terkandung dalam ekosistem difahami sebagai “standing crop”. Para ahli ekologi biasanya mengkaji standing crop ini untuk setiap tingkat trofik yang nantinya akan memberikan gambaran pola aliran energi melalui sistem. Hasil kajian dari standing crop untuk setiap tingkatan trofik ini bila diekspresikan dalam bentuk histogram akan menggambarkan suatu piramida tingkat trofik atau lebih dikenal dengan piramida ekologi.
3.3.1   Siklus Materi
Menurut Kistinnah (2009), Daur materi merupakan suatu siklus, artinya jika suatu organisme mati, tidak berarti aliran materinya terhenti. Aliran itu melibatkan unsur senyawa kimia yang mengalami perpindahan lewat organisme(biotik) dan beredar kembali ke lingkungan fisik (abiotik) yang disebut daur biogeokimia.
Pada perputaran materi yang terjadi diantara komponen ekosistem, materi yang menyusun tubuh organisme berasal dari bumi yang berupa unsur unsur terdapat dalam senyawa kimia yang dipelajari antara lain  : siklus oksigen, siklus karbon, siklus nitrogen, dan siklus sulfur. Secara struktural setiap siklus materi mengalami pertukaran unsur kimia. Siklus materi yang satu dengan yang lain dapat saling terkait atau saling mempengaruhi. Aktivitas manusia juga dapat mempengaruhi siklus materi. Sebagai contohnya adalah kegiatan pabrik dan mesin-mesin kendaraan bermotor dapat meningkatkan kandungan senyawa-senyawa oksidasi belerang, oksida nitrogen, dan gas CFC di udara. Jadi, hubungan yang paling erat adalah setiap materi di bumi pasti memiliki suatu energi dalam bentuk diam ataupun bergerak (Shifadin, 2010).
Keberadaan makhluk hidup di dunia ini  tergantung pada aliran energi dan siklus materi melalui ekosistem. Kedua proses tadi mempengaruhi jumlah dari organisme-organisme, kecepatan proses metabolisme, dan kompleksitas dari komunitas. Energi dari materi mengalir melalui ekosistem bersama-sama sebagai materi organik, satu sama lainnya tidak bisa dipisah-pisahkan. Tetapi aliran energi adalah satu arah, sekali dimanfaatkan oleh ekosistem akan hilang keluar dari sistem. Sedangkan materi, dalam hal ini berupa materi, melakukan suatu siklus. Atom dari kalsium atau karbon berkemampuan untuk mengalir melalui makhluk hidup dan bagian non-hidup berkali-kali, atau dapat pula dipindah dari suatu ekosistem ke ekosistem lainnya. Berdasarkan ke dua proses itulah ekosistem berkemampuan untuk menjada fungsinya, dan merupakan karakteristika seluruh biosfer.
Nutrisi yang diperlukan untuk menghasilkan materi organik disirkulasikan ke seluruh ekosistem dan dapat dimanfaatkan berkali-kali. Apabila tumbuhan dan juga hewan mati akan didekomposisikan oleh kegiatan bakteria dan jamur, nutrisi kemudian dikembalikan ke lingkungan abiotik membentuk kumpulan nutrisi sebagai gudang atau reservoir. Dalam ekosistem daratan nutrisi biasanya dilepaskan dan berkumpul dalam tanah, yang kemudian nutrisi-nutrisi ini akan diambil kembali oleh tumbuhan dari gudangnya ini.
Dengan proses siklus materi ini komponen-komponen organik dan anorganik dipautkan satu sama lain sedemikian rupa sehingga sulit dipisahkan satu sama lainnya.
Tumbuhan merupakan komponen yang sangat penting, dalam proses aliran energi dan siklus materi, sehingga terjadinya keterpautan antara komponen biotik dengan komponen abiotik dalam ekosistem. Ada dua hal yang termasuk ke dalam siklus materi, yaitu :

. aKepentingan Nutrisi dalam Ekosistem
Makhluk hidup memerlukan minimal 30 sampai 40 unsur kimia, dari sekitar 92 unsur-unsur kimia yang diketahui, untuk keperluan hidup dan pertumbuhannya. Nutrisi juga dikenal sebagai garam-garam biogenik yang dapat dikelompokkan dalam dua kelompok utama, yaitu nutrisi makro dan nutrisi mikro.
·      Nutrisi makro
Nutrisi ini diperlukan relatif dalam jumlah yang banyak, dan mempunyai peranan kunci dalam pembentukan protoplasma makhluk hidup. Nutrisi-nutrisi penting yang termasuk kelompok ini adalah hidrogen, karbon, oksigen dan nitrogen. Mereka bersama-sama membentuk sekitar 95 % dari berat kering materi hidup. Keempat nutrisi ini didapatkan dari bentuk gas di atmosfir. Nutrisi lainnya yang termasuk nutrisi makro ini, yang diperlukan dalam jumlah yang relatif lebih sedikit diantaranya adalah kalium, posfor dan sulfur.
·      Nutrisi mikro
Nutrisi ini diperlukan dalam jumlah yang jauh lebih sedikit, tetapi sangat penting untuk kehidupan. Minimal ada sepuluh nutrisi mikro yang diperlukan oleh tumbuhan. Beberapa nutrisi mikro seperti besi, tembaga, seng, karbon, dan boron, berasal dari batuan yang terlepas akibat proses penghawaan.
a.              Siklus Biogeokimia
Telah dipahami bahwa berfungsinya ekosistem tergantung pada sirkulasi dan nutrisi. Apabila nutrisi tidak tersirkulasikan, maka suplai yang telah terjadi akan sia-sia dan pertumbuhan menjadi terbatas. Begitu pentingnya permasalahan ini, beberapa penelitian telah dilakukan untuk menentukan jalannya siklus nutrisi ini.
Berbeda dengan energi, materi kimia yang berupa unsur-unsur penyusun bahan organik/nutrisi dalam ekosistem, berpindah ke trofik-trofik rantai makanan tanpa mengalami pengurangan, melainkan berpindah kembali ke tempat semula. Unsur-unsur tersebut masuk ke dalam komponen biotik melalui udara, tanah atau air. Perpindahan unsur kimia dalam ekosistem melalui daur ulang yang melibatkan komponen biotik dan abiotik ini dikenal dengan sebutan daur biogeokimia. Hal ini menunjukkan adanya hubungan antara komponen biotik dengan abiotik dalam suatu ekosistem. Siklus biogeokimia meliputi : siklus air, siklus sulfur, siklus pospor, siklus nitrogen, Siklus karbon dan oksigen.
·      Siklus air
Jika hujan turun, tidak semua air hujan itu dimanfaatkan oleh makhluk hidup karena sebagian airnya menguap dengan cepat ke atmosfer dan hanya sebagian yang dimanfaatkan oleh makhluk hidup seperti tumbuhan, hewan, dan manusia kemudian dilepaskan lagi ke atmosfer melalui pernapasan, keringat, dan urin. Selebihnya, air meresap ke bawah menuju lapisan air di dalam tanah serta yang di permukaan tanah mengalir ke danau, sungai, dan pada akhirnya menuju ke laut lalu menguap ke atmosfer. Perputaran air dari atmosfer berupa air hujan turun ke bumi kemudian kembali lagi ke atmosfer merupakan daur air (Zaif, 2010).
·      Siklus sulfur (Belerang)
 Sulfur merupakan bahan penting untuk pembuatan semua protein dan banyak terdapat di kerak bumi. Tumbuhan mengambil sulfur dalam bentuk SO4- dari tanah, sedangkan hewan dan manusia mendapatkannya dari tumbuhan yang mereka makan. Perhatikan skema daur sulfur di samping ini.
·      Siklus fosfor
Fosfor merupakan unsur kimia yang jarang terdapat di alam dan merupakan faktor pembatas produktivitas ekosistem, serta merupakan unsur yang penting untuk pembentukan asam nukleat, protein, ATP dan senyawa organik vital lainnya. Fosfor satu-satunya daur zat yang tidak berupa gas, sehingga daurnya tidak melalui udara. Sebagian besar fosfor mengalir ke laut dan terikat pada endapan di perairan atau dasar laut. Begitu sampai di laut hanya ada dua mekanisme untuk daur ulangnya ke ekosistem darat, salah satunya melalui burung-burung laut yang mengambil fosfor melalui rantai makanan laut dan mengembalikan ke darat melalui kotorannya kemudian masuk ke rantai makanan. Perhatikan skema daur fosfor di samping ini.Di alam, fosfor terdapat dalam dua bentuk, yaitu senyawa fosfat organik (pada tumbuhan dan hewan) dan senyawa fosfat anorganik (pada air dan tanah).
Fosfat organik dari hewan dan tumbuhan yang mati diuraikan oleh dekomposer (pengurai) menjadi fosfat anorganik. Fosfat anorganik yang terlarut di air tanah atau air laut akan terkikis dan mengendap di sedimen laut. Oleh karena itu, fosfat banyak terdapat di batu karang dan fosil. Fosfat dari batu dan fosil terkikis dan membentuk fosfat anorganik terlarut di air tanah dan laut. Fosfat anorganik ini kemudian akan diserap oleh akar tumbuhan lagi. Siklus ini berulang terus menerus (Zaif, 2010).
·      Siklus Nitrogen
Semua organisme memerlukan unsur nitrogen untuk pembentukan protein dan berbagai molekul organik esensial lainnya. Unsur nitrogen sebagian besar terdapat di atmosfer dalam bentuk gas nitrogen (N2) dan kadarnya 78% dari semua gas di atmosfer. Gas nitrogen ini di atmosfer masuk ke dalam tanah melalui fiksasi nitrogen oleh bakteri (Rhizobium, Azotobacter, Clostridium), alga biru (Anabaena, Nostoc) dan jamur (Mycorhiza) nitrogen yang masuk ke tanah melalui fiksasi diubah menjadi amonia (NH3) oleh bakteri amonia. Proses penguraian nitrogen menjadi amonia disebut amonifikasi. Nitrogen yang masuk ke tanah bersama kilat dan air hujan berupa ion nitrat (NO3), sedangkan nitrogen yang ada di dalam tubuh tumbuhan dan akan hewan melalui proses mineralisasi oleh bakteri pengurai menjadi amonia. Amonia yang dihasilkan melalui proses amonifikasi dan mineralisasi oleh bakteri nitrit (nitrosomonas dan nitrosococcus) dirombak menjadi ion nitrit (NO2), selanjutnya ion nitrit dirombak bakteri nitrat (nitrobacter) menjadi ion nitrat (NO3). Perombakan amonia menjadi ion nitrit, ion nitrit menjadi ion nitrat disebut nitrifikasi. Tumbuhan umumnya menyerap nitrogen dalam bentuk ion nitrat, sedangkan hewan mengambil nitrogen dalam bentuk senyawa organik (protein) yang terkandung pada tumbuhan dan hewan yang dimakan. Sebagian ion nitrat dirombak oleh bakteri denitrifikasi (Thiobacillus denitrificans, Pseudomonas denitrificans) menjadi nitrogen. Nitrogen yang dihasilkan akan kembali ke atmosfer. Proses penguraian ion nitrat menjadi nitrogen disebut denitrifikasi.
·      Siklus karbon dan oksigen
Sumber karbon bagi kebutuhan makhluk hidup terdapat dalam bentuk karbon dioksida(CO2) yang berasal dari atmosfer maupun yang terlarut di dalam air. Karbon dibutuhkan tumbuhan hijau (produsen) dalam proses fotosintesis untuk pembentukan karbohidrat, protein, dan lemak. Adapun manusia dan hewan (konsumen) memperoleh karbon dalam bentuk senyawa karbohidrat, protein, dan lemak yang terdapat dalam tumbuhan hijau. Pelepasan karbon ke atmosfer terjadi pada pernapasan (respirasi) makhluk hidup seperti tumbuhan, hewan, dan manusia. Selain itu, pelepasan karbon juga terjadi pada proses pembusukan sisa tumbuhan atau hewan yang telah mati oleh mikroorganisme dan pembakaran karbon organik seperti pembakaran minyak bumi dan batu bara (Zaif, 2010).



BAB 4
PERUBAHAN- PERUBAHAN YANG TERJADI PADA EKOSISTEM SAWAH
4.1         Perubahan Ekosistem/Suksesi
Spurr (1964) menyatakan bahwa suksesi merupakan proses yang terjadi terus menerus yang ditandai oleh perubahan vegetasi, tanah dan iklim mikro dimana proses ini terjadi. Selanjutnya Emlen (1973) menyatakan bahwa suksesi merupakan suatu proses dimana suatu komunitas tumbuhan mencapai suatu keseimbangan dengan melalui tingkat vegetasi dimana masing-masing tingkat diduduki oleh jenis dominan yang berbeda.
Shukla dan Chandel (1982) menyatakan bahwa suksesi adalah suatu proses universal yang kompleks, mulai (awal) berkembang dan akhirnya stabil pada tingkat klimaks. Lebih lanjut dikatakan dimana suksesi pada umumnya progresif dan menghasilkan adanya perubahan habitat dan bentuk kehidupan dalam pertumbuhan tumbuh-tumbuhan. Selanjutnya Soerianegara dan Indrawan (1998) menyatakan bahwa proses suksesi adalah perubahan secara bertahap dan berangsur-angsur melalui beberapa tahap invasi oleh tumbuh-tumbuhan, adaptasi, agregasi, persaingan dan penguasaan, reaksi terhadap tempat tumbuh dan stabilisasi.
Whittaker (1970) menyatakan bahwa perubahan-perubahan yang terjadi selama proses suksesi berlangsung adalah sebagai berikut :
a.              Adanya perkembangan dari sifat-sifat tanah, seperti meningkatnya kedalaman tanah, meningkatnya kandungan bahan organik dan meningkatnya perbedaan lapisan horizon tanah.
b.             Terjadinya peningkatan dalam tinggi, kerimbunan dan perbedaan strata dari tumbuh-tumbuhan.
c.              Dengan meningkatnya sifat-sifat tanah dan struktur komunitas, maka produktivitas dan pembentukan bahan organik meningkat.
d.             Keanekaragaman jenis meningkat dari komunitas yang sederhana pada awal tingkat suksesi ke komunitas yang kaya pada akhir suksesi.
e.              Populasi meningkat, pergantian suatu populasi oleh populasi lainnya meningkat sampai tingkat yang stabil juga jenis yang berumur pendek digantikan oleh jenis yang berumur panjang.
f.              Kestabilan relatif dari komunitas meningkat pada awal komunitas tidak stabil dimana populasi secara cepat digantikan oleh populasi lain. Sedangkan pada komunitas akhir biasanya stabil dan dikuasai oleh tumbuh-tumbuhan yang berumur panjang serta komposisi dari komunitas tidak banyak berubah.
Ewusie (1980), menyatakan bahwa ada tiga faktor yang memegang peranan penting dalam terbentuknya suatu komunitas, yaitu :
a.              Tersedia kesempatan berkoloni atau bahan-bahan serbuan (invading material) misalnya benih, buah dan spora-spora. Hal ini merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan suatu komunitas tumbuhan pada setiap waktu tertentu. Jadi tergantung bahan yang terbawa ke lokasi tersebut.
b.             Seleksi pada bahan-bahan yang tersedia secara alam di lingkungan tersebut. Setelah beberapa benih berkoloni dan semai telah mulai hidup pada habitat tersebut, hanya beberapa saja yang dapat toleran terhadap lingkungan dan dapat tumbuh dengan baik. Lingkungan dapat tidak baik untuk perkecambahan beberapa benih dan juga dapat menekan semai-semai tertentu sampai tidak dapat tumbuh. Tingkat ini adalah tingkat yang kritis, karena secara umum selang toleransi semai lebih sempit daripada tumbuhan yang sudah dewasa. tentunya perbedaan lingkungan menghasilkan perbedaan pada tingkat seleksi. Sebagai kasus yang ekstrim misalnya pada permukaan batuan telanjang atau bukit pasir, di sini hanya beberapa jenis saja yang dapat tumbuh.
c.              Modifikasi lingkungan oleh tumbuhan. Dari saat yang akan berkoloni pertama tiba pada habitat telanjang tersebut dan mulai tumbuh, komunitas tumbuhan mulai memodifikasi lingkungan. Pengaruhnya dapat dilihat pada tahap akhir dari perkembangan.
Komunitas hutan adalah suatu sistem yang hidup dan tumbuh, suatu komunitas yang dinamis. Komunitas hutan terbentuk secara berangsur-angsur melalui beberapa tahap invasi oleh tumbuh-tumbuhan, adaptasi, agregasi, persaingan dan penguasaan, reaksi terhadap tempat tumbuh dan stabilisasi. Proses ini disebut suksesi atau sere (Soerianegara dan Indrawan, 1998).
Prinsip dasar dalam proses suksesi adalah adanya serangkaian perubahan komunitas tumbuhan (jenis dan strukturnya) bersamaan dengan habitat tempat tumbuhnya (Manan, 1979). Sedangkan Emlen (1973), menyatakan bahwa suksesi merupakan suatu proses dimana suatu komunitas tumbuhan mencapai suatu keseimbangan dengan melalui tingkat vegetasi dimana masing-masing tingkat diduduki oleh jenis dominan yang berbeda.
Keanekaragaman jenis akan meningkat dari komunitas yang sederhana pada awal suksesi ke komunitas yang kaya pada akhir suksesi (Whittaker, 1970). Keanekaragaman jenis cendrung lebih tinggi di dalam komunitas yang lebih tua dan rendah dalam komunitas yang baru terbentuk, kemantapan habitat merupakan faktor utama yang mengatur keragaman jenis. Pada komunitas yang lebih stabil, keanekaragaman jenis lebih besar dari komunitas yang sederhana dan cendrung untuk memuncak pada tingkat permulaan dan pertengahan dari proses suksesi dan akan menurun lagi pada tingkat klimaks (Ewel, 1980; Ricklefs, 1973).
Ewell (1980) menyatakan bahwa di daerah tropika yang mempunyai musim kering yang periodik, suksesi lebih cepat terjadi pada musim hujan, tetapi proses ini sebagian juga terjadi pada musim kemarau. Pada setiap sistem ini, beberapa struktur vegetasi yang terjadi hilang selama musim kering selanjutnya. Proses tersebut berlangsung terus sampai strukturnya mempunyai perubahan yang stabil yang dikatakan sebagai keadaan yang mantap. Di samping perbedaan yang disebabkan oleh air, ada suatu jumlah yang nyata dari variabilitas suksesi tropis yang juga disebabkan oleh temperatur menurut ketinggian, karena suhu rata-rata lebih tinggi di daerah tropis maka lebih banyak didapatkan variasi perubahan vegetasinya dibandingkan daerah non tropis.



Suksesi sekunder alami merupakan pembaharuan tegakan hutan secara alami, yakni tumbuhan yang tumbuh sebelum berlangsungnya tindak lanjut pemeliharaan, dan yang akan dapat menjadi tumbuhan hutan. Berdasarkan ukurannya, suksesi sekunder alami dapat digolongkan menjadi suksesi sekunder alami tingkat semai, pancang dan tiang. Tingkat semai adalah suksesi yang tingginya sampai 1,5 meter, tingkat pancang berukuran lebih dari 1,5 meter dengan diameter 10 cm, dan tingkat tiang adalah pohon muda yang berdiameter 10 – 19 cm (Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan, 1993).
Akhir proses suksesi komunitas yaitu terbentuknya suatu bentuk komunitas klimaks. Komunitas klimaks adalah suatu komunitas terakhir dan stabil (tidak beruba h) yang mencapai keseimbangan dengan ling kungannya. Komunitas klimaks ditandai dengan tercapainya homeostatis atau keseimbangan, yaitu suatu komunitas yang mampu mempertahankan kestabilan komponennya dan dapat bertahan dan berbagai perubahan dalam sistem secara keseluruhan.
Interaksi yang dinamis namun harmonis antara mahluk hidup dan lingkungannya akan membentuk suatu tatanan ekosistem yang seimbang. Kondisi ini akan berujung pada keselarasan hidup semua organisme di bumi. Komponen abiotik dan juga biotik yang menjadi dua unsur penting dalam tatanan ekosistem saling terkait satu sama lainnya. Keterkaitan ini menjadikan interaksi di antara mereka tak bisa dipisahkan. Namun, keseimbangan tersebut akan bermuara pada kerusakan ekosistem dimana lingkungan bukan lagi tempat yang nyaman bagi organisme tersebut untuk tinggal dan hidup. Kerusakan ekosistem ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor penyebab.
4.1.1   Faktor Alamiah
 Faktor alamiah merupakan penyebab kerusakan ekosistem yang terjadi murni karena alam. Misalnya saja gempa bumi, terjadinya kebakaran akibat cuaca, bajir, longsor, dan masih banyak lagi lainnya. Sederet peristiwa tersebut memicu terjadinya perubahan ekosistem misalnya saja saat Gunung Marapi di wilahyah Sumatera Barat meletus, maka kerusakan ekosistem di sekitar Marapi tak bisa dihindarkan. Mahluk hidup baik itu hewan dan tumbuhan bahkan manusia bisa mati. Hal tersebut sama saja dengan peristiwa semacam gempa dan banjir, akan berakibat pada terganggunya kestabilan ekosistem. Sebagai sebuah kesatuan, maka jika dalam sebuah ekosistem terdapat 1 organisme yang mati maka akan berpengaruh pada keadaan organisme lainnya.
4.1.2   Faktor Manusia
 Faktor penyebab terjadinya kerusakan ekosistem lainnya disebabkan oleh berbagai aktifitas manusia. Manusia sebagai salah satu organisme atau mahluk hidup dalam sebuah ekosistem tentu memerlukan kehadiran organisme lainnya. Untuk memenuhi kebutuhannya tersebut maka manusia melakukan sejumlah kegiatan yang justru berperan dalam kerusakan lingkungan di sekitarnya.
Kerusakan ekosistem merupakan kabar yang sangat buruk bagi semua mahluk hidup sebab mereka seperti mata rantai yang saling membutuhkan satu sama lainnya. Misalnya saja berkurangnya pohon akan membuat sejumlah hewan kehilangan rumahnya, akan membuat kualitas udara semakin buruk, akan memicu terjadinya bencana alam semacam banjir dan juga longsor. Berbeda dengan  faktor alamiah, faktor manusia ini bisa dihindari dengan pola prilaku yang lebih cermat dan bersahabat dengan alam tentunya.
Tekanan pada ekosistem tanah di Indonesia akan terus meningkat sejalan dengan perkembangan kepadatan jumlah penduduk. Jumlah penduduk di Indonesia diproyeksikan pada tahun 2020 akan mencapai 262 juta jiwa, sehingga sektor pertanian dipacu meningkatkan produksi dan produktivitas berbagai komoditi pertanian (pangan, holtikulutura, perkebunan, dan lain-lainnya) baik melalui program intensifikasi maupun ekstentifikasi.
Degradasi lahan ditandai oleh penurunan atau kehilangan produktivitas lahan, baik secara fisik, kimia, dan biologi maupun ekonomi. Degradasi lahan diakibatkan oleh kesalahan dalam pengelolaan dan penggunaan lahan. Pengelolaan dan penggunaan lahan meliputi pembukaan lahan (land clearing), penebangan hutan (deforestation), konversi untuk nonpertanian, dan irigasi. Kesalahan dalam pengelolaan dan penggunaan lahan akan menimbulkan polusi, erosi, kehilangan unsur hara, pemasaman, penggaraman (salinization), sodifikasi dan alkalinasi (sodification and alkalinization), pemadatan (compaction), hilangnya bahan organik, penurunan permukaan, kerusakan struktur tanah, penggurunan (desertification), dan kehilangan vegetasi alami dalam jangka panjang (Agus 2002).
Memburuknya kondisi lahan menyebabkan masyarakat yang tinggal di kawasan yang mengalami degradasi menghadapi berbagai ancaman seperti kekurangan sumber air, kelaparan, dan munculnya berbagai penyakit. Selain itu, degradasi lahan secara global akan mengancam kelestarian keanekaragaman hayati dan menaikkan suhu permukaan bumi. Pada tahun 1992, Departemen Pertanian mencatat lebih dari 18 juta ha lahan di Indonesia telah terdegradasi, meliputi 7,50 juta ha lahan potensial kritis, 6 juta ha lahan semikritis, dan 4,90 juta ha lahan kritis. Sementara itu Departemen Kehutanan mencatat 13,20 juta ha lahan yang terdegradasi, 5,90 juta ha terdapat di dalam kawasan hutan dan 7,30 juta ha di luar kawasan hutan. Badan Pusat Statistik (2002) bahkan mencatat luas lahan yang terdegradasi mencapai 38,60 juta ha.
Perbedaan data ini terjadi karena cerita yang digunakan untuk mendelineasi lahan tidak sama antara ketiga institusi tersebut. Selain itu, penelitian Badan Litbang Pertanian bekerja sama dengan IRRI menyimpulkan bahwa banyak lahan sawah intensif terutama di Jawa mengalami degradasi kesuburan (kimiawi) terutama penurunan kandungan organik, atau kadang disebut sebagai lahan sakit (soil sickness). Hal ini merupakan tantangan dalam menetapkan kriteria baku lahan terdegradasi sehingga dapat digunakan secara nasional dan perbedaan data yang mencolok dapat dihindarkan.
4.2         Perubahan Terhadap Lahan Pertanian
Penggunaan lahan diatas daya dukungnya tanpa diimbangi dengan upaya konservasi dan perbaikan kondisi lahan akan menyebabkan degradasi lahan. Lahan di daerah hulu dengan lereng curam yang hanya sesuai untuk hutan, apabila mengalami alih fungsi menjadi lahan pertanian tanaman semusim akan rentan terhadap bencana erosi dan atau tanah longsor. Perubahan penggunaan lahan miring dari vegetasi permanen (hutan) menjadi lahan pertanian intensif menyebabkan tanah menjadi lebih mudah terdegradasi oleh erosi tanah. Praktek penebangan dan perusakan hutan (deforesterisasi) merupakan penyebab utama terjadinya erosi di kawasan daerah aliran sungai (DAS).
Penurunan produktivitas usaha tani secara langsung akan diikuti oleh penurunan pendapatan petani dan kesejahteraan petani. Disamping menyebabkan ketidak-berlanjutan usaha tani di wilayah hulu, kegiatan usaha tani tersebut juga menyebabkan kerusakan sumber daya lahan dan lingkungan di wilayah hilir, yang akan menyebabkan ketidak-berlanjutan beberapa kegiatan usaha ekonomi produktif di wilayah hilir akibat terjadinya pengendapan sedimen, kerusakan sarana irigasi, bahaya banjir dimusim penghujan dan kekeringan dimusim kemarau.
Tingkat pencemaran dan kerusakan lingkungan di lingkungan pertanian dapat disebabkan karena penggunaan agrokimia (pupuk dan pestisida) yang tidak proporsional. Dampak negatif dari penggunaan agrokimia antara lain berupa pencemaran air, tanah, dan hasil pertanian, gangguan kesehatan petani, menurunnya keanekaragaman hayati, ketidak berdayaan petani dalam pengadaan bibit, pupuk kimia dan dalam menentukan komoditas yang akan ditanam. Penggunaan pestisida yang berlebih dalam kurun yang panjang, akan berdampak pada kehidupan dan keberadaan musuh alami hama dan penyakit, dan juga berdampak pada kehidupan biota tanah. Hal ini menyebabkan terjadinya ledakan hama penyakit dan degradasi biota tanah.
Penggunaan pupuk kimia yang berkonsentrasi tinggi dan dengan dosis yang tinggi dalam kurun waktu yang panjang menyebabkan terjadinya kemerosotan kesuburan tanah karena terjadi ketimpangan hara atau kekurangan hara lain, dan semakin merosotnya kandungan bahan organik tanah.
Penanaman varietas padi unggul secara monokultur tanpa adanya pergiliran tanaman, akan mempercepat terjadinya pengurasan hara sejenis dalam jumlah tinggi dalam kurun waktu yang pendek. Hal ini kalau dibiarkan terus menerus tidak menutup kemungkinan terjadinya defisiensi atau kekurangan unsur hara tertentu dalam tanah.
Akibat dari ditinggalkannya penggunaan pupuk organik berdampak pada penyusutan kandungan bahan organik tanah. Sistem pertanian bisa menjadi sustainable (berkelanjutan) jika kandungan bahan organik tanah lebih dari 2%. Bahan organik tanah disamping memberikan unsur hara tanaman yang lengkap juga akan memperbaiki struktur tanah, sehingga tanah akan semakin remah. Namun jika penambahan bahan organik tidak diberikan dalam jangka panjang kesuburan fisiknya akan semakin menurun.
4.3         Penanggulangan
Dalam praktek budidaya pertanian sendiri sering akan menimbulkan dampak pada degradasi lahan. Dua faktor penting dalam usaha pertanian yang potensial menimbulkan dampak pada sumberdaya lahan, yaitu tanaman dan manusia (sosio kultural) yang menjalankan pertanian. Diantara kedua faktor, faktor manusialah yang berpotensi berdampak positif atau negatif pada lahan, tergantung cara menjalankan pertaniannya. Apabila dalam menjalankan pertaniannya benar maka akan berdampak positif, namun apabila cara menjalankan pertaniannya salah maka akan berdampak negatif. Kegiatan menjalankan pertanian atau cara budidaya pertanian yang menimbulkan dampak antara lain meliputi kegiatan pengolahan tanah, penggunaan sarana produksi yang tidak ramah lingkungan (pupuk dan insektisida) serta sistem budidaya termasuk pola tanam yang mereka gunakan.
Konsep pertanian berkelanjutan untuk mengembalikan ke ekosistem alami haruslah menjamin kualitas lahan kita tetap produktif dengan menerapkan upaya konservasi dan rehabilitasi terhadap degradasi. Kebijakan pembangunan pertanian dewasa ini lebih banyak terfokus kepada usaha yang mendatangkan keuntungan ekonomi jangka pendek dan mengabaikan multifungsi yang berorientasi pada keuntungan jangka panjang dan keberlanjutan (sustainabilitas) sistem usaha tani. Pertanian berkelanjutan, suatu bentuk yang memang harus dikembangkan jika kita ingin menjadi pewaris yang baik yang tidak semata memikirkan kebutuhan sendiri tetapi berpandangan visioner ke depan. Pembangunan pertanian berkelanjutan menyiratkan perlunya pemenuhan kebutuhan (aspek ekonomi), keadilan antar generasi (aspek sosial) dan pelestarian daya dukung lingkungan/lahan (aspek lingkungan).
Sehingga harus ada keselarasan antara pemenuhan kebutuhan dan pelestarian sumberdaya lahannya. Pembangunan pertanian yang dilaksanakan masa lalu belumlah sepenuhnya menggunakan tiga aspek pembangunan yang berkelanjutan secara seimbang, sehingga masih banyak keluarga yang tergolong miskin, dan terjadi degradasi lahan sehingga mengganggu keberlanjutan pembangunan ekonomi dan sosial.
Berbagai praktek explorasi lahan yang tidak sesuai dengan daya dukung lahannya hendaklah dihindari. Penggunaan lahan diatas daya dukung lahan haruslah disertai dengan upaya konservasi yang benar-benar. Oleh karena itu, untuk menjamin keberlajutan pengusahaan lahan, dapat dilakukan upaya strategis dalam menghindari degradasi lahan melaui: (1) Penerapan pola usaha tani konservasi seperti agroforestry, tumpang sari, dan pertanian terpadu; (2) Penerapan pola pertanian organik ramah lingkungan dalam menjaga kesuburan tanah; dan (3) Penerapan konsep pengendalian hama terpadu merupakan usaha-usaha yang harus kita lakukan untuk menjamin keberlanjutan usaha pertanian kita dan jika kita ingin menjadi pewaris yang baik.
Membawa atau merubah ekosistem buatan ke ekosistem alami membutuhkan proses yang lama karena melibatkan sifat dan mental dari petani yang bersangkutan. Pelaksanaan kegiatan ini melibatkan tenaga-tenaga akademis sebagai mediator atau fasilitator dan motivator dan didukung dengan konsep pertanian terintegrasi.
Sejalan dengan perubahan yang telah dilakukan untuk mengembalikan lahan pertanian berbasis organik untuk melestarikan salah satu pembentuk ekosisitem alami khususnya musuh alami. Selain itu untuk mengembalikan tanah yang sudah dicemari oleh kimia aktif yang residunya dapat merusak tanah sekaligus makhluk hidup dalam tanah. Pertanian yang alami dan bebas dari pengaruh pestisida walaupun produk pertanian tersebut di dapat dengan harga yang lebih mahal dari produk pertanian yang menggunakan pestisida (Ton, 1991).
Walaupun demikian abiotik sangat berpengaruh terhadap perubahan ekosistem salah satu yang sangat berpengaruh yaitu ikilim yang sangat tidak tentu yang menyebabkan terjadinya kurang seimbangnya pada lahan pertanian. Salah satu contohnya yaitu hewan dan tumbuhan dapat bermigrasi untuk beradaptasi terhadap kenaikan temperatur akibat perubahan iklim, kecepatan migrasi jenis berbeda-beda sehingga di habitat yang baru terjadi perubahan komunitas hewan dan tumbuhan. Pada umumnya kecepatan migrasi jenis tumbuhan lebih rendah daripada kecepatan migrasi hewan. Dalam kasus ini bila tumbuhan tersebut merupakan makanan utama jenis hewan yang bermigrasi maka hewan tersebut di habitat yang baru kurang atau tidak mendapat makanan utama. Akibatnya akan berpengaruh terhadap kehidupannya dan bila hewan tersebut tidak mampu beradaptasi dengan jenis makanan yang tersedia di habitat yang baru, populasinya akan terhambat bahkan akhirnya dapat punah.
Kita tidak sadar bahwa organisme pada lahan pertanian sebagian besar adalah musuh alami bagi hama, namun karena pemakian pestida itulah keanekaragaman musuh alami punah pada lahan pertanian. Salah satu cara untuk meningkatkan musuh alami tersebut dengan menggunakan pengendalian musuh alami dan dihilangkannya penggunaan pestisida kimia dan beralih ke pestisida hayati atau organik.
Daftar Gambar
Jenis Gulma Berdaun Lebar
   Gambar. Lugwigia hysofolia

                                                   Gambar. Gulma berdaun lebar 1

Gambar 3. Ludwigia perennis



Gambar 3. Ludwigia perennis



Gambar. Gulma berdaun lebar 2


Gambar. Gulma berdaun lebar 2


Gambar . Gulma berdaun lebar 3


Gambar . Gulma berdaun lebar 4


Gambar . Gulma berdaun lebar 5


Gambar . Gulma berdaun lebar 6


Gulma dari Golongan Rumput – rumputan
 


Gambar. Mimosa sp
Gulma dari Golongan Teki – tekian



Gambar. Cyperus pilosus




Gambar. Gulma golongan teki – tekian 1
Gambar. Frimbistylis miliaceae





BAB 4
PENUTUP
4.1.   Kesimpulan
·         Sawah adalah lahan usaha pertanian yang secara fisik berpermukaan rata, dibatasi oleh pematang, serta dapat ditanami padi, palawija atau tanaman budidaya lainnya. Kebanyakan sawah digunakan untuk bercocok tanam padi. Untuk keperluan ini, sawah harus mampu menyangga genangan air karena padi memerlukan penggenangan pada periode tertentu dalam pertumbuhannya.
·         Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem bisa dikatakan juga suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi Pola interaksi organisme melibatkan dua atau lebih organisme. Jenis, sifat dan tingkah laku organisme di bumi sangat beraneka ragam. Karena itu, pola interaksi antarorganisme juga beragam.

4.2.    Saran
Kami sebagai pemakala menyadari bahwa makalah yang telah kami buat ini masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu kami mohon saran dan kritik yang membangun demi kesempurnaan makalah kami yang selanjutnya.







Daftar Pustaka










Tidak ada komentar:

Posting Komentar